LATAR HISTORIS PEMIKIRAN KARL MARX


Riwayat Hidup Karl Marx
Karl Marx, lahir di bulan Mei 1818 di Trier, Jerman. Ayahnya seorang pengacara yang beberapa tahun sebelumnya pindah agama Yahudi menjadi Kristen Protestan. Pada masa-masa kuliahnya di Universitas Bonn, ia berada dibawah pengaruh Hegel, dan memepelajari filsafat bukannya hukum yang lebih diinginkan ayahnya. Selama hampir setahun ia menjadi pimpinan redaksi sebuah harian radikal 1843, sesudah harian itu dilarang oleh pemerintah Prussia, ia kawin dengan Jenny Von Westphalen, putri seorang bangsawan, dan pindah ke Paris. Di sana ia tidak hanya berkenalan dengan Friedrich Engels (1820-1895) yang akan menjadi teman akrab dan “penerjemah” teori-teorinya melainkan juga dengan tokoh-tokoh sosialis Perancis. Dari seorang liberal radikal ia menjadi seorang sosialis. Beberapa tulisan penting berasal waktu 1845, atas permintaan pemerintah Prussia, ia diusir oleh pemerintah Perancis dan pindah ke Brussel di Belgia. Dalam tahun-tahun ini ia mengembangkan teorinya yang definitif. Ia dan Engels terlibat dalam macam-macam kegiatan kelompok-kelompok sosialis. Bersama dengan Engels ia menulis Manifesto Komunis yang terbit bulan Januari 1848. Sebelum kemudian pecahlah apa yang disebut revolusi’48, semula di Perancis, kemudian juga di Prussia dan Austria. Marx kembali ke Jerman secara ilegal.
Tetapi revolusi itu akhirnya gagal. Karena diusir dari Belgia, Marx akhirnya pindah ke London dimana ia akan menetap untuk sisa hidupnya. Di London mulai tahap baru dalam hidup Marx. Aksi-aksi praktis dan revolusioner ditinggalkan dan perhatian dipusatkannya pada pekerjaan terories, terutama pada studi ilmu ekonomi. Tahun-tahun itu merupakan tahun-tahun paling gelap dalam kehidupannya. Ia tidak mempunyai sumber pendapatan yang tetap dan hidup dari kiriman uang sewaktu-waktu dari Engels. Keluarganya miskin dan sering kelaparan. Karena sikapnya yang sombong dan otoriter, hampir semua bekas kawan terasing daripadanya. Akhirnya, baru 1867, terbit jilid pertama Das Kapital, karya utama Marx yang memuat kritiknya terhadap kapitalisme (jilid kedua dan ketiga baru diterbitkan oleh Engels sesudah Marx meninggal). Tahun-tahun terakhir hidupnya amat sepi dan tahun 1883 ia meninggal dunia. Hanya delapan orang yang menghadiri pemakamannya.

Manifesto Komunis
Masyarakat borjuis modern yang muncul dari keruntuhan masyarakat feodal tidak menyingkirkan antagonisme kelas itu. Malah ia memunculkan kelas-kelas baru, kondisi baru untuk melakukan tekanan, bentuk-bentuk baru persaingan dengan menggantikan yang lama. Borjuis menempatkan negeri di tangan penguasa kota. Ia telah menciptakan kota-kota besar, telah banyak menambah penduduk kota dibanding penduduk pedesaan dan dengan demikian menyelamatkan sebagian besar penduduk dari kehidupan desa yang bodoh. Persis sperti yang berlaku bagi sesuatu negeri dengan ketergantungan pada kota, borjuis itu telah pula membuat negeri-negeri barbar dan semi barbar bergantung pada negeri beradab, bangsa petani (bergantung pada) bangsa borjuis, timur pada barat. Senjata yang dipergunakan borjuis untuk merobohkan feodalisme, ini dipergunakan untuk borjuis itu sendiri. Akan tetapi bukan saja borjuis itu mengumpulkan senjata untuk membunuh dirinya sendiri, ia juga membunuh orang-orang yang mengadakan senjata tersebut yaitu kelas pekerja modern dikalangan proletar. Dengan perkembangan industri, proletar bukan saja bertambah jumlahnya, ia berkumpul dalam kumpulan yang tambah besar, kekuatannya berkembang dan ia merasakan kekuatannya yang bertambah itupun mulai membentuk kombinasi (organisasi buruh) melawan borjuis. Di sana-sini pertentangan berkobar dan berkembang menjadi kerusuhan.

Sejarah Materialisme dan Dialektika
Pandangan materialis sejarah adalah teori Karl Marx tentang hukum perkembangan masyarakat. Inti pandangan ini ialah bahwa perkembangan masyarakat ditentukan oleh bidang produksi. Bidang ekonomi adalah basis, sedangkan dua dimensi kehidupan masyarakat lainnya, institusi-institusi sosial, terutama negara, dan bentuk-bentuk kesadaran sosial merupakan bangunan atas.
Oleh karena faktor penentu adalah basis, maka harus memperhatikan dahulu bidang ekonomi. Ciri yang menurut Marx paling menentukan bagi semua bentuk ekonomi sampai sekarang adalah pemisahan antara para pemilik dan pekerja. Masyarakat terdiri dari kelas-kelas sosial yang membedakan diri satu sama lain berdasarkan kedudukan dan fungsi masing-masing dalam proses produksi. Pada garis besarnya (terutama semakin produksi masyarakat mendekati pola kapitalis) kelas-kelas sosial termasuk salah satu dari dua kelompok kelas. Yaitu kelas-kelas pemilik dan kelas-kelas pekerja. Yang pertama memiliki sarana-sarana kerja, sedangkan yang kedua hanya memiliki tenaga kerja mereka sendiri. Oleh karena kelas-kelas pemilik begitu berkuasa. Misalnya para pemilik tanah mengontrol para buruh tani. Itu berarti bahwa para pemilik dapat menghisap tenaga kerja para pekerja, jadi mereka hidup dari penghisapan tenaga mereka yang harus bekerja. Kelas-kelas pemilik merupakan kelas-kelas atas dan dan kelas-kelas pekerja merupakan kelas-kelas bawah dalam masyarakat. Jadi menurut Marx ciri khas semua pola masyarakat sampai sekarang ialah, bahwa masyarakat dibagi ke dalam kelas-kelas atas dan bawah. Struktur ekonomi tersusun sedemikian rupa hingga yang pertama dapat hidup dari penghisapan tenaga kerja yang kedua.
Bangunan atas mencerminkan keadaan itu. Negara adalah alat kelas-kelas atas untuk menjamin kedudukan mereka, jadi untuk seperlunya menindas usaha kelas-kelas bawah untuk membebaskan diri dari penghisapan oleh kelas-kelas atas sedangkan “bangunan atas idealis” istilah Marxis bagi agama, filsafat, pandangan-pandangan moral, hukum, estetis dan lain sebagainya berfungsi untuk memberikan legitimasi pada hubungan kekuasaan itu. Jadi Marx menolak paham bahwa negara mewakili kepentingan seluruh masyarakat. Negara dikuasai oleh dan berpihak pada kelas-kelas atas, meskipun kadang-kadang juga menguntungkan kelas-kelas bawah. Walaupun negara mengatakan ia adalah milik semua golongan dan bahwa kebijaksanaannya demi kepentingan seluruh masyarakat namun sebenarnya negara melindungi kepentingan kelas atas ekonomis. Maka negara menurut Marx termasuk lawan kelas-kelas bawah. Negara bukan milik dan bukan kepentingan mereka. Dari negara mereka tidak dapat mengharapkan sesuatu yang baik. Seperti halnya negara, begitu pula agama, filsafat, pandangan tentang norma-norma moral dan hukum dan sebagainya menurut Marx tidak mempunyai kebenaran pada dirinya sendiri, melainkan hanya berfungsi untuk melegitimasikan kepentingan kedudukan kelas atas.
Seperti halnya negara, begitu pula agama, filsafat, pandangan tentang norma-norma moral, serta hukum dan sebagainya menurut Marx tidak mempunyai kebenaran pada dirinya sendiri, melainkan hanya berfungsi untuk melegitimasikan kepentingan kedudukan kelas atas. Cara suatu masyarakat berfikir, apa yang dianggapnya sebagai baik, bernilai, dan masuk akal, menurut Marx ditentukan oleh kelas-kelas yang menguasai masyarakat. Maka bentuk-bentuk kesadaran sosial itu menurut kekhasan masing-masing, mengemukakan sebagai baik bagi seluruh masyarakat apa yang sebenarnya hanya baik bagi kelas-kelas atas. “Bangunan atas ideologis” itu menciptakan kesan bahwa kesediaan masing-masing kelas untuk menerima kedudukannya dalam masyarakat adalah sesuatu yang baik dan rasional. Jadi fungsinya ialah membuat kelas-kelas bawah bersedia untuk menerima kedudukan mereka sebagai kelas-kelas bawah.
Bila tingkat produksi tadi yang diambil sebagai tesis, dan mulai dengan tingkat feodalisme (jadi ini merupakan tesis). Anti tesisnya adalah tingkat produksi borjuis atau kapitalisme, sintesisnya nanti adalah tingkat produksi sosialisme. Teori dialektika dengan tesis, antitesis, dan sintesis dapat diharapkan baik dalam hubungan dengan kelas-kelas itu, maupun pada tingkat-tingkat produksi itu sendiri. Demikian tesis golongan bangsawan (di Abad Tengah) menimbulkan antitesis golongan peminjam tanah, tetapi keduanya ini menumbuhkan sintesis golongan borjuis. Ini merupakan tesis kembali dan antitesisnya ialah golongan pekerja, sintesisnya ialah manusia komunis yang terdapat dalam masyarakat komunisme. Dengan demikian maka Marx melihat negara sebagai alat belaka dari kelas penguasa (berpunya) untuk menindas kelas yang dikuasa (tidak berpunya). Negara dan pemerintahan identik dengan kelas penguasa, artinya dengan kelas berpunya, berturut-turut dalam sejarah umat manusia dikenal kelas pemilik budak, kelas bangsawan (atau tuan tanah), kelas borjuasi. Soal hak dan keadilan, oleh sebab itu adalah sekedar ucapan penghias bibir dari pihak yang berkuasa.
Dialektika Marx sebenarnya mengemukakan bahwa perkembangan masyarakat feodalisme ke masyarakat borjuasi atau kapitalisme dan seterusnya ke msyarakat sosialisme merupakan suatu kelanjutan yang tidak dapat dielakkan. Tetapi ini tidak berarti bahwa manusia berdiam diri saja dengan menanti perkembangan itu berjalan sebagaimana maunya. Kelas-kelas itu sendiri adalah kelas-kelas yang berjuang untuk kelasnya, jadi manusia yang dilihat Marx adalah manusia yang berbuat. Bagi Marx masalah pokok bukanlah memahami sejarah atau dunia ini, melainkan bagaimana mengubahnya. “manusia membuat sejarahnya sendiri”.
Oleh sebab itu, maka revolusi yang digambarkan oleh Marx itu terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah revolusi yang dipelopori oleh golongan Borjuis yang hendak menghancurkan feodal. Tahap kedua adalah revolusi yang dilakukan oleh kelas pekerja dalam menghancurkan golongan borjuis. Dengan lenyapnya kelas borjuis, fungsi pemerintahan tidak lagi mempunyai sifat politik. Kelas pekerja yang memegang kekuasaan itu pun tidak lagi merupakan kelas, sehingga tidak ada kelas yang ditindas dan negara akan lenyap. Masing-masing orang akan melakukan kewajibannya sesuai dengan kesanggupannya. Orang bekerja bukan karena ingin mencukupi nafkah tapi karena panggilan hati. Oleh karena itu tiap orang memberikan sumbangan sesuai dengan kesanggupannya. Pada saat ini tingkat produksi menjadi berlimpah, dan pendapatan tidak lagi berupa upah, melainkan bergantung pada keperluan manusia yang bersangkutan.

Teori Nilai Lebih
Dalam memahami teori Marx tentang masyarakat dan negara tidak boleh dilupakan sama sekali teorinya di bidang ekonomi. Teori ekonominya itu berupa teori nilai berdasar pada tenaga, teori nilai lebih, teori akumulasi kapital, teori konsentrasi kapital dan teori pemiskinan semuanya pada pokoknya merupakan teori eksploitasi untuk memperlihatkan bahwa golongan berpunya hidup dari tenaga golongan tidak berpunya. Tentu saja teori demikian ini timbul dalam pemikiran Marx setelah melihat masyarakat yang dihadapinya, sekurang-kurangnya mengingat masyarakat yang telah berupa negara. Marx berpendapat bahwa pada mulanya, dalam kehidupan primitif komunal dimana alat-alat produksi dimiliki bersama, pengisapan manusia oleh manusia tidak didapati. Kelas masyarakat tidak ada, penindasan pun tidak pula. Masyarakat pun tidak mengenal kekuasaan, dan oleh karena itu tidak mengenal negara. Marx berpendapat bahwa bentuk negara itu tidak selamanya ada.
Menurut pendiri komunisme ini, maka sejarah manusia sesudah terbentuknya negara memeperlihatkan empat tingkatan produksi. Produksi berdasar perhambaan, feodalisme, produksi kapitalis atau borjuasi dan produksi sosialisme. Sesuai pendapatnya tentang unerbau dan oberbau diatas, maka dalam tingkat-tingkat produksi kapitalisme atau borjuasi pembagian kelas itu lebih sederhana, yang terpenting ialah kelas-kelas yang bertentangan: kelas borjuasi atau kapitalis dan kelas pekerja. Teori dialektika dengan tesis, anti tesis, dan sintesis dapat diterapkan baik dalam hubungan dengan kelas-kelas itu, maupun pada tingkat-tingkat produksi itu sendiri. Demikianlah tesis golongan bangsawan (di abad tengah) menimbulkan anti tesis golongan peminjam tanah, tetapi keduanya ini menumbuhkan sintesis golongan borjuis. Hal itu merupakan tesis kembali dan anti tesis ialah golongan pekerja, sintesisnya ialah manusia komunis yang terdapat dalam masyarakat komunisme.
Bila tingkat produksi diambil sebagai tesis, dan kita mulai dengan tingkat feodalisme (merupakan tesis), maka anti tesisnya ialah tingkat produksi borjuis atau kapitalisme, sintesisnya adalah tingkat produksi sosialisme. Dengan demikian, maka Marx melihat negara sebagai alat belaka dari kelas penguasa (berpunya) untuk menindas kelas yang dikuasai (yang tidak berpunya). Negara dan pemerintahan identik dengan kelas penguasa, artinya dengan kelas berpunya, berturut-turut dalam sejarah umat manusia dikenal kelas pemilik budak, kelas bangsawan (atau tuan tanah), kelas borjuis. Soal hak dan keadilan, oleh karena itu adalah sekedar ucapan penghias bibir

Komunisme dan Masyarakat Tanpa Kelas
Yang dimaksud Marx dengan komunisme bukanlah sebuah kapitalisme negara, jadi dimana hak milik diadministrasikan oleh negara. Marx mengatakan bahwa hanya pada permulaan, sosialisasi berarti nasionaliasasi- jadi negara mengambil alih hak milik pribadi. Ciri-ciri masyarakat komunis adalah penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi penghapus adanya kelas-kelas sosial, menghilangnya negara, penghapusan pembagian kerja. Kelas-kelas tidak perlu dihapus secara khusus sesudah kelas kapitalis ditiadakan karena kapitalis sendiri sudah menghapus semua kelas, sehingga hanya tinggal proletariat. Itulah sebabnya revolusi sosialis tidak akan menghasilkan mesyarakat dengan kelas atas dan kelas bawah.
Marx tidak pernah menguraikan bagaimana ia membayangkan organisasi masyarakat sesudah penghapusan hak milik pribadi. Ia hanya berbicara secara umum dan abstrak. Satu-satunya tempat ia berbicara banyak dengan agak romantis (dan bertolak dari sebuah teks Feuerbach) adalah dalam German Ideology: “Dalam masyarakat komunis amsing-masing orang tidak terbatas pada bidang kegiatan ekslusif, melainkan dapat mencapai kecakapan dalam bidang apapun, masyarakat mengatur produksi umum, dengan memungkinkan hal ini saya kerjakan hari ini, hal itu besok, pagi hari berburu, siang hari memancing ikan, sore hari memelihara ternak, sesudah makan mengkritik….” (MEW 3,33).
Marx mempergunakan istilah sosialisme dan komunisme dalam arti yang sama, yaitu keadaan masyarakat sesudah penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi. Langkah pertama adalah kediktatoran proletariat dan sosialisme negara, lalu sesudah kapitalisme dihancurkan, negara semakin kehilangan fungsinya. Sosialisme tercapai apabila tidak ada lagi sedangkan negara komunis yang dimaksud Marx adalah bahwa negara bukan hanya menghilang bahkan menjadi maha kuasa.


Analisis
Salah satu alasan mengapa Marx menjadi tokoh yang begitu penting ialah karena ia mewakili suatu campuran intelektual yang berhasil dalam politik, yang memandang dunia dengan perasaan dingin dan mencari suatu masa depan yang lebih bermoral dan lebih bebas bagi manusia; politisi praktis yang terlibat dalam konflik-konflik dengan musuh-musuh politiknya, kanan dan kiri; serta profesional yang mengembangkan suatu teori perubahan ilmiah aeperti materialisme dialektika. Serangan utama Marx difokuskan pada kapitalisme dan liberalisme politik, terutama karena dalam permulaan abad ke-19, telah nyata bahwa sistem liberal dapat berjalan. Secara fundamental, pengandaian-pengandaian abad ke-19 timbul dari kontradiksi-kontradiksi luar biasa dalam kapitalisme industri, yang tidak cukup dipahami oleh para teoritisi. Kontrak sosial terdahulu dan yang menimbulkan hal-hal yang tidak mampu ditangani baik oleh teori hak alamiah, maupun oleh penegasan kembali secara sederhana asas-asas moral publik (Apter, 1996: 104).
Bila paradigma sosialis ingin berhasil dalam menentang paradigma liberal, maka secara intelektual ia harus kuat. Memang, ia harus menangani secara teoritis apa yang tidak mampu ditangani oleh paradigma liberal, yaitu masalah konflik dan polarisasi kelas. Marx mengakui bahwa evolusi mengikuti suatu garis lengkung tertentu, tetapi bukan dalam cara-cara mudah atau segera. Rakyat perlu berusaha mewujudkan hasil revolusioner dengan menyadari peranan mereka dalam sejarah sebagai satu kelas. Jadi alam, kebebasan, pemerintahan, ilmu pengetahuan, dan hukum dinamis dari perkembangan industri dipadukan oleh Marx dalam sebuah sintesa revolusioner (Apter, 1966:123). Pandangan Marx mengenai Materialisme Dialektika, ia memadukan suatu yang empiris dengan yang deduktif dalam rumusan sejarah yang dinamakan materialisme dialektika. Materialisme dalam masalah manusia mengacu pada proses ekonomi dan cara produksinya. Hipotesa Marx adalah bahwa ketimpangan akan tumbuh bersama dengan produktivitasnya, ketika suatu lompatan besar pada karakter teknologi akan memungkinkan untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, suatu keadaan yang berlebihan, bukan kelangkaan. Tetapi apa yang paling ditekankan oleh Marx, bukanlah aspek moral kondisi-kondisi sosial pada kekejaman kapitalisme melainkan ia berusaha menjelaskan bagaimana dialektika, jika diterapkan pada cara produksi, akan mengungkapkan cara kerja dinamika pertukaran, yang di bawah kapitalisme menghasilkan nilai-lebih atau keuntungan, dalam menggerogoti kapitalisme itu sendiri.
Marx dan Engels menggabungkan sejumlah unsur intelektual yang berlainan sebagai garis pemisah radikalisme. Marx berusaha menjadikan radikalisme kurang sebagai visi, dan lebih merupakan ilmu pengetahuan tentang sosialime dengan menerapkan suatu interpretasi sejarah yang khusus. Kini, tekanan perhatian dari pra-Marxis menjadi bagian diskusi atau perdebatan seksama mengenai bagaimana mendorong bentuk-bentuk politik baru. Rancangan-rancangan masa kini meliputi usaha mencari ide-ide generatif baru, yang telah timbul bukan hanya dari penolakan-penolakan terhadap teori-teori yang lebih utilitarian, tetapi juga dari pengalaman-pengalaman dengan sosialisme otokratis dan ekses-ekses stalinisme. Marx telah menjadi seorang monopolis yang berhasil dalam lingkungan ide-ide sosialis (Apter, 1996: 106 dan 111).
Bagi Marx perhatian pada kebebasan manusia menjadi masalah bagaimana orang menjadi tidak teralienasi secara sosial. Hal ini merupakan proses yang membutuhkan bentuk ekonomi khusus yakni sosialisme; suatu kondisi perkembangan khusus-suatu pemahaman bahwa rantai yang membelenggu rakyat adalah politik dan bahwa hal itu diakibatkan oleh dominasi kelas. Marx mengemukakan (1) metode penafsiran sejarah, dan (2) penerapan metode itu tujuan khusus.














PETA PEMIKIRAN KARL MARX (1818-1883):
MATERIALISME DIALEKTIKA & MATERIALISME HISTORIS

Karl Marx dalam Lintasan Sejarah
Karl Marx, pelopor utama gagasan “sosialisme ilmiah” dilahirkan tahun 1818 di kota Trier, ayahnya ahli hukum dan diumur tujuh belas tahun Karl Marx masuk Universitas Bonn, juga belajar hukum. Belakangan dia pindah ke Universitas Berlin dan kemudian dapat gelar doktor dalam ilmu filsafat dari Universitas Jena. Entah karena lebih tertarik, Marx menceburkan diri ke dunia jumalistik dan sebentar menjadi redaktur Rheinische Zeitung di Cologne. Tapi pandangan politiknya yang radikal menyeretnya kedalam kesulitan dan memaksanya pindah ke Paris. Disitulah dia mula pertama bertemu dengan Freidrich Engels. Tali persahabatan dan persamaan pandangan politiknya mengikat kedua orang ini selalu dwi tunggal hingga akhir hayatnya. Karl Marx tak bisa lama tinggal di Paris dan segera ditendang dari sana dan pindah ke Brussel.
Di kota inilah, tahun 1847, dia pertama kali menerbitkan buah pikirannya yang penting dan besar The Poverty of Philoshophy (Kemiskinan Filsafat). Tahun berikutnya bersama dengan Freidrich Engels mereka menerbitkan Communist Manifesto, buku yang akhimya menjadi bacaan dunia. Pada tahun itu juga Karl Marx kembaJi ke Cologne untuk kemudian diusir lagi dari sana hanya selang beberapa bulan. Sehabis terusir dari sana-sini, akhimya Marx menyeberang selat Canal dan menetap di London hingga akhir hayatnya.
Meskipun hanya sedikit uang dikoceknya berkat pekerjaan jumalistik, Marx menghabiskan sejumlah besar waktunya di London melakukan penyelidikan dan menulis buku-buku tentang politik dan ekonomi. (di tahun-tahun itu Marx dan familinya mendapat bantuan dari Freidrich Engels kawan karibnya). Jilid pertama Das Kapital, karya i1miah Marx terpenting terbit tahun 1867. Tatkala Marx meninggal di tahun 1883, kedua jilid sambungannya belum sepenuhnya rampung. Kedua jilid sambunganya itu disusun dan diterbitkan oleh Engels berpegang pada cacatan-catatan dan naskah yang ditinggalkan Marx. Karya tulisan Marx merumuskan dasar teoretis komunisme. Ditilik dari perkembangan luar biasa gerakan ini di abad ke-20. Komunisme mempunyai am penting jangka panjang dalam sejarah. Sejak timbulnya komunisme sebagai bagian tak terpisahkan dari masa kini, terasa sedikit sulit menentukan dengan cermat perspektif masa depannya. Kendati tak seorangpun sanggup memastikan seberapa jauh Komunisme bisa berkembang dan seberapa lama ideologi ini bisa bertahan, yang sudah pasti dia merupakan ideologi kuat dan tangguh serta berakar kuat menghujam ke Bumi, dan sudah bisa dipastikan punya pengaruh besar di dunia untuk paling sedikit beberapa abad mendatang.
Pada saat ini sekitar seabad sesudah kematian Marx jumlah manusia yang sedikitnya terpengaruh oleh Marxisme mendekati angka 1,3 Milyar banyaknya. Jumlah penganut ini lebih besar dari penganut ideologi manapun sepanjang sejarah manusia. Bukan sekedar jumlahnya yang mutlak, melainkan sebagai kelompok dari keseluruhan penduduk dunia. Ini mengakibatkan kaum komunis dan juga sebagian yang bukan komunis percaya bahwa, di masa depan tidak bisa tidak Marxisme akan merebut kemenangan diseluruh dunia Namun, adalah sukar untuk memantapkan kebenarannya dengan keyakinan yang tak tergoyahkan. Telah banyak contoh-contoh ideologi yang tampaknya sangat punya pengaruh penting pada jamannya tapi akhimya melayu dan sirna. (Agama yang didirikan oleh Mani bisa dijadikan misal yang menarik). Jika kita surut ke tahun 1900, akan tampak jelas bahwa demokrasi konstitusional merupakan arus yang akan menjadi anutan masa depan.

Komunisme
Menyangkut komunisme, seseorang sangat percaya dan tahu persis betapa hebatnya pengaruh komunisme di dunia saat ini dan dunia masa depan, Orang pasti masih mempertanyakan arti penting Karl Marx di dalam gerakan komunis. Pemerintah Uni Soviet sekarang tidak terawasi oleh karya karya Mark yang menulis dasar dasar pikiran sepem dialektika gaya Hegel dan tentang teori "nilai lebih", Teori teori itu kelihatan kecil pengaruhnya dalam praktek perputaran roda politik pemerintah Uni Soviet, baik politik dalam maupun luar negeri.
Komunisme masa kini menitik beratkan empat ide: (1) Sekelumit kecil orang hidup dalam kemewahan yang berlimpah, sedangkan kaum pekerja yang teramat banyak jumlahnya bergelimang papa sengsara, (2) Cara untuk merombak ketidakadilan ini adalah dengan jalan melaksanakan sistem sosialis, yaitu sistem dimana alat produksi dikuasai negara dan bukannya oleh pribadi swasta, (3) Pada umumnya, satu-satunya jalan paling praktis untuk melaksanakan sistem sosialis ini adalah lewat revousi kekerasan, (4) Untuk menjaga kelanggengan sistem sosialis harus diatur oleh kediktatoran partai Komunis dalam jangka waktu yang memadai.
Tiga dari ide pertama sudah dicetuskan dengan jelas sebelum Marx, sedangkan ide yang keempat berasal dari gagasan Marx mengenai "diktatur proletariat", sementara itu lamanya berlaku kediktatoran Soviet sekarang lebih merupakan langkah-Iangkah Lenin dan Stalin daripada gagasan tulisan Marx, Hal ini nampaknya menimbulkan anggapan bahwa pengaruh Marx dalam Komunisme lebih kecil dari kenyataan sebenamya, dan penghagaan orang-orang terhadap tulisan­tulisannya lebih menyerupai etalase untuk membenarkan sifat "keilmiahan" dari pada ide dan politik yang sudah terlaksana dan diterima.
Sering dituding bahwa teori Marxis dibidang ekonomi sangatlah buruk dan banyak keliru. Tentu saja banyak dugaan­-dugaan tertentu Marx terbukti meleset Misalnya Marx meramalkan bahwa dalam negeri-negeri kapitalis kaum buruh akan semakin melarat dalam pengalanan sang waktu. Jelaslah bahwa ramalan ini tidak terbukti. Marx juga meramalkan bahwa kaum menengah akan disapu dan sebagian basar orangnya akan masuk kedalam golongan proletar dan hanya sedikit yang bisa bangkit dan masuk dalam kelas kapitalis. Ini pun jelas tak terbukti. Marx tampaknya juga percaya, meningkatnya mekanisasi akan mengurangi keuntungan kapitalis, kepercayaan yang bukan saja salah tetapi juga tampak tolol. Tapi lepas apakah teori ekonomi benar atau salah, semua itu tidak ada sangkut pautnya dengan pengaruh Marx. Arti penting filosof bukan terletak pada kebenaran pendapatnya tetapi terletak pada masalah apakah buah pikirannya telah menggerakkan orang untuk bertindak atau tidak. Diukur dari sudut ini, tak perlu diragukan lagi bahwa Marx punya arti penting dalam perkembangan sejarah masyarakat.
Hakekat Manusia Menurut Karl Marx
Pendirian Marx tentang hakekat manusia sanagat menentukan jawaban yang diberikannya terhadap masalah, seperti, "Apakah negara itu? Dan "Apakah sejarah itu? Dipapakan oleh Louis O. Kattsoff tentang hakekat manusia dalam penyelesaian materialisme historis, yaitu; (1) hakekat manusia adalah berubah-rubah, manusia selalu berubah secara dialektis dan historis, (2) hakekat manusia adalah tingkah laku, manusia ialah apa yang mereka kerjakan, (3) hakekat manusia adalah menguasai dan merencanakan, manusia mengubah sejarah dengan teknologinya dan ia juga mengubah dirinya sendiri, (4) hakekat manusia ditentukan oleh alat-alat produksi, orang dapat membayangkan betapa pentingnya menguasasi alat produksi bagi penganut Marxisme. Sebab, manusia ialah apa yang mereka kerjakan, dan yang mereka kerjakan ditentukan oleh cara-cara produksi, maka menguasai alat-alat produksi berarti menguasai hakikat manusia.
Keterasingan & Emansipasi Manusia
Marx meletakkan dasar emasipasi atas keterasingan manusia pada tiga hal: Pertama, emansipasi atas keterasingan manusia Karl Marx berangkat dari kritik terhadap hukum negara Hegel. Hegel melukiskan masyarakat sebagai kacau balau, sebagai bellum omnium contra omnes (perang semua lawan semua) karena satu-satunya hukum batinnya adalah pemuasan kebutuhan individu-individu. Masyarakat semacam itu mesti menghancurkan diri sendiri karena semua anggota hanya mencari kepentingan egois mereka masing-masing. Oleh karena itu masyarakat tidak boleh dibiarkan begitu saja, tetapi harus ditampung oleh negara. Maka, Hegel menganggap negara sebagai realitas dan tujuan masyarakat yang sebenamya sedangkan keluarga dan masyarakat luas ini merupakan unsur-unsmya. Anggapan itu dikritik oleh Marx, pertama, Hegel memutar balikkan tatanan yang sebenarnya. Bukan negara sebagai subyek yang unsur-unsurnya adalah keluarga dan masyarakat luas, melainkan keluarga dan masyarakat luas adalah pengandaian-pengandaian negara. Dengan sarkasme tajam Marx menulis: "Logika ini bukan unuk membuktikan negara, melainkan negara dipakai sebagai bukti logika". Marx mengkritik bahwa masyarakat luas merupakan realitas yang terpisah dari negara. Masyarakat hidup dalam dunia skizofren: Dalam masyarakat luas ia hidup sebagai individu egois terisolasi, sedangkan hakikat sosialnya terpisah daripadanya dijadikan negara yang menghadapinya sebagai kekuatan represif. Manusia harus memecahkan hakikatnya, eksistensi negara sebagai pemerintah selesai tanpa anggota masyarakat, dan eksistensinya dalam masyarakat luas selesai tanpa negara". Marx mengkritik Hegel pada dua hal; (1) Bahwa ia memutar membalikkan subyek dan obyek: Hegel menyatakan negara sebagai subyek dan masyarakat sebagai obyek, padahal kenyataan adalah kebalikannya, (2) Hegel hendak mengatasi egoisme masyarakat melalui negara sebagai penertib, hal ini berarti bahwa kesosialan (anti-egoisme) tidak masuk kembali kedalam masyarakat, melainkan hanya dipaksakan dari luar kepadanya oleh negara; padahal yang perlu adalah mengembalikan kesosialan manusia sendiri.
Kedua, emansipasi atas keterasingan manusia Karl Marx berangkat dari kritik terhadap agama. Gagasan Karl Marx tentang kritik terhadap agama bertolak dari pemikiran Feurbach (1804-1872). Feurbach memandang Hegel sebagai puncak rasionalisme modern, tetapi dalam suasana semacam ini dominasi agama tetap mewamai kehidupan sehingga dunia materi khususnya "manusia" tidak ditempatkan pada martabat semestinya. Feurbach menggariskan filsafatnya dengan corak materialistis, tetapi nama yang lebih disukainya adalah filsafat organisme. Kecenderungan ini timbul karena Feurbach pun tidak setuju dengan paham materialisme kasar yang dikembangkan oleh penganut materialisme mekanis-menurut Marx materialisme Feurbach tetap vulgar karena manusia sehakikat dengan mesin. Pada bagian ini Marx menentang paham Feurbach, karena manusia tidak semata tergantung pada kondisi materi, tetapi pada kondisi sosial, yaitu hidup dalam masyarakat 'social being that it, the live of community". Disini Feurbach telah mengabaikan corak historis serta hubungan sosial manusia. Bagi Marx agama hanyalah pemyataan radikal manusia yang menjadi korban sistem ekonomi yang tidak manusiawi, manusia terasing secara sosial. Kritik agama bagi Marx, adalah sekunder. Yang seharusnya dikritik adalah keterasingan nyata manusia dalam masyarakat modem. "Kritik surga menjadi kritik bumi, kritik agama menjadi kritik hukum, kritik teologi menjadi kritik politik". Tuntutan emansipasi manusia berubah membawa Marx secara konsekuen ke kritik masyarakat
Ketiga, emansipasi dari keterasingan manusia Karl Marx berangkat dari kritik terhadap masyarakat kapitalisme. Terjadinya masyatakat borjuis erat kaitannya dengan kapitalisme. Hakekat masyarakat borjuis adalah uang, "pelacur umum, makcomblangnya orang-orang dan bangsa-bangsa". Uang menjadikan manusia menjadi budak, yang tergantung, yang ditentukan dari luar. la menjadi komoditi. Emansipasi berarti penghapusan masyarakat seperti itu. Oleh karena itu masyakat kapitalis berdasarkan hak milik pribadi atas alat-alat produksi, emansipasi menurut Karl Marx hanya dapat tercapai kalau hak milik pribadi itu dihapus. Marx menggambarkan dehumanisasi ini terjadi dibawah sistem produksi kapitalis dengan sebulan "keterasingan" (Etfremdung). Bahwa emansipasi manusia itu perlu diusahakan dan tercapai apabila manusia dapat mewujudkan diri secara bebas dari heteronomi, secara sosial, bebas dari kepentingan, secara produktif. Hubungan masyarakat dalam sistem ekonomi kapitalistik bersifat eksploitatif. 
Tendensi Akar Materialisme
Materialime dalam konteks pembahasan filsafat sering dilawankan dengan idealisme, sebab kedua aliran (school) ini memiliki kawasan yang bertitrik pisah dan masing-masing mempunyai ciri atau penganut dalam sejarah kemanusiaan. Materialisme yang juga lazim disebut serba zat merupakan bagian dari filsafat metafisika dan terutama ontologi. Zatlah yang menjadi sifat dan keadaan terakhir kenyataan. Segala keadaan dan kejadian berasal dari metari. Unsur dasar seluruh kenyataan adalah zat. Tendensi akar materialisme terlihat pada filosof Ionian, dan filsafat Yunani Kuno.

Materialisme Dialektis
Materialisme dialektika timbul dari perjuangan sosial yang hebat, yang muncul sebagai akibat dari Revolusi lndustri. Ide tersebut banyak kaitannya dengan Karl Marx (1818-1883) dan Freidrich Engels (1820-1895), dan telah menjadi filsafat resmi dari Rusia dan RRC; doktrin Marx dan Engels telah diberi tafsiran dan diperluas oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung dan lain-lainnya.
Materialisme dialektik walaupun sangat menghormati sains dan menyatakan bahwa persepsi indrawi sains memberi kita pengetahuan yang riil, adalah suatu pendekatan dari segi politik dan sejarah dan bukan dari segi sains alam. Disitu ditekankan pandangan bahwa perkembangan sejarah dimana materi dalam bentuk organisasi ekonomi dalam masyarakat dianggap sebagai dasar. Dengan begitu maka dipakai istilah: materialisme sejarah dan determinisme ekonomi.
Untuk memahami materialisme dialektik, kita harus memahami dan menelusuri kembali ide-ide George Hegel (1770­-1831). Hegel, seorang idealis yang pikirannya banyak mempengaruhi Marx, berpendapat bahwa alam ini adalah proses menggelarnya fikiran-fikiran. Disitu timbullah proses alam, sejarah manusia, organisme dan kelembagaan masyarakat. Bag; Hegel, materi adalah kurang riil dari pada jiwa, karena jiwa atau pikiran adalah esensi dari alam. Marx menolak idealisme Hegel ia membalikkan filsafat Hegel dan mengatakan bahwa materilah (dan bukan jiwa atau ide) yang pokok. Materi, yang khususnya diperlihatkan oleh organisasi ekonomi dari masyarakat serta cara-cara produksi, menentukan kelembagaan politik dan sosial dari masyarakat. Kemudian hal-hal tersebut mempengaruhi pemikiran, filsafat, etika dan agama.
Walaupun Karl Marx dan Freidrich Engels menolak idealisme Hegel, tetapi mereka menerima metodologi filsafatnya, hampir seluruhnya. Dunia menurut Hegel adalah selalu dalam proses perkembangan. Proses-proses perubahan tersebut bersifat dialektik, artinya, perubahan-perubahan itu berlangsung dengan melalui tahap afirmasi atau tesis, pengingkaran atau antitesis dan akhimya sampai pada integrasi atau Sintesa.
Salah satu contoh proses dialektika yang berasal dari Hegel misalnya, menyangkut tiga bentuk negara. Bentuk negara yang pertama ialah diktatur. disini masyarakat diatur dengan baik, tetapi warga negara tidak mempunyai kebebasan apapun juga (tesis). Keadaan ini menampilkan lawannya: anarki (antitesis). Dengan bentuk negara seperti ini para warga negara mempunyai kebebasan tanpa batas, tetapi hid up kemasyarakatan menjadi kacau. Tesis dan antitesis ini diperdamaikan dalam suatu sintesis, yaitu demokrasi konstitusional. Dalam bentuk negara yang ketiga ini dijamin dan dibatasi oIeh undang-undang dan kehidupan masyarakat berjalan dengan memuaskan.
Seperti semua Hegelian haluan kiri, Marx pun sangat mengagumi metode dialektika yang diintroduksikan Hegel kedalam filsafat Tetapi dialektika Hegel-katanya-berjalan pada kepalanya dan ia mau meletakkannya diatas kakinya. Maksudnya ialah bahwa pada Hegel dialektika ialah dialektika pada ide, dan ia mau menjadikannya dialektika materi. Untuk hegel dan dialektika pada umumnya, alam merupakan buah dart roh, tetapi bagi Marx dan Engels segala sesuatu yang bersifat rohani merupakan buah hasil materi dan bukan sebaliknya.
Dengan demikian Marx dan Engels memihak pada usaha Feuerbach untuk mengganti idealisme dengan materialisme. Dengan menganut suatu materialisme yang bersifat dialektis, Marx dan Engels menolak materialisme abad ke-18 dan juga materialisme abad ke-19 yang kedua-duanya bersifat mekanistis. Menurut materialisme abad ke-18 tidak ada perbedaan prinsipil antara sebuah mesin dan makhluk hidup (termasuk manusia). Hanya dalam hal terakhir ini mekanisme adalah lebih pelik. Salah satu prinsip materialisme dialetik adalah perubahan dalam hal kualitas. ltu berarti bahwa kejadian pada taraf kuantitatif (misalnya pengintergrasian lebih rapat dari bagian-bagian materi) dapat menghasilkan sesuatu yang sama sekali baru. Dengan cara itulah kehidupanm berasal dart materi mati dan kesadaran manusiawi berasal dari kehidupan organis.

Materialisme Historis
Produksi ditentukan oleh alat Alat-alat itu adalah materi, yang dihasilkannya juga materi. Perkembangan sejarah adalah history (sejarah). History ditentukan oleh materi. Oleh karena itulah filsafat Marx disebut sebagai historis materialime. Manusia dapat menggunakan yang lain dart alam untuk keperluan-keperluannya. Ialah satu-satunya makhluk yang dapat mengganti kehidupannya, dan ikut mengganti sejarahnya. Tetapi pendorong untuk tindakan tidak terdapat dalam ide atau dalam keinginan seseorang atau dalam otaknya, akan tetapi pada pokoknya dalam proses produksi dan hubungan kelas masyarakat. Pada tahun 1848 Karl Marx dan Freidrich Engels menerbitkan Manifesto Komunis, suatu dokumen yang banyak mempengaruhi gerakan revolusioner. Akhimya Karl Marx menerbitkan karyanya yang besar, Das Kapital, Jilid pertama terbit pada tahu 1867. Marx membentuk interpretasi ekonomi tentang sejarah, dan interpretasi tersebut telah berpengaruh kuat selama seratus tahun terakhir ini. Bagi Marx faktor ekonomi adalah faktor yang menentukan dalam perkembangan sejarah manusia. sejarah digambarkan sebagai pertempuran kelas, dimana alat-alat produksi, didistribusi dan pertukaran barang dalam struktur ekonomi dari masyarakat menyebabkan perubahan dalam hubungan kelas, dan ini semua mempengaruhi kebiasaan dalam tradisi politik, sosial, moral dan agama
Terdapat lima macam sistem produksi, empat macam telah muncul bergantian dalam masyarakat manusia. Sistem kelima diramalkan akan muncul pada hari esok yang dekat, dan sekarang sudah mulai terbentuk; (1) Sistem komunisme primitif, (2) Sistem produksi kuno yang didasarkan atas perbudakan, (3) Tingkatan dimana kelompok-kelompok feodal menguasasi penduduk-penduduk, (4) Timbullah sistem borjuis atau kapitalis dengan meningkatnya perdagangan, penciptaan dan pembagian pekerjaan, sistem pabrik menimbulkan industrialis kapitalis, yang memiliki dan mengontrol alat-alat produksi, (5) Masyarakat tanpa kelas atau komunisme murni.
Pikiran dasar materialisme historis adalah arah yang ditempuh sejarah sama sekali ditentukan atau dideterminasi oleh perkembangan sarana-sarana produksi yang materiil. Jika sebagai contoh kita memilih pengolahan tanah, maka perkembangan sarana produksi adalah; tugal, pacul, bajak, mesin. Biarpun sarana-sarana produksi merupakan buah hasil pekerjaan manusia, tetapi sejarah tidak tergantung pada kehendak manusia. Menurut pendapat Marx manusia memang mengadakan sejarahnya, tetapi ia tidak bebas dalam mengadakan sejarahnya. sebagaimana juga materi sendiri, sejarahpun dideterminasi secara dialektis bukan secara mekanistis.


Kemanakan arah perkembangan sejarah? Apakah titik akhir dari sejarah? Marx berkeyakinan bahwa sejarah manusia menuju ke suatu keadaan ekonomis tertentu, yaitu komunisme, dimana hak milik pribadi akan diganti dengan milik bersama. Perkembangan menuju fase sejarah ini bertangsung secara mutlak dan tidak mungkin dihindarkan. Tetapi manusia dapat mempercepat proses ini dengan menjadi lebih sadar dan dengan aksi-aksi revolusioner yang berdasar atas penyadaran itu.
Epilog
Dari uraian yang dipaparkan diatas, penulis setidaknya memiliki harapan kepada segenap insan pergerakan untuk selalu menyadarkan diri sendiri akan realitas disekeliling kita yang timpang, tidak adil, dan menindas. Akan menjadi suatu hat yang sangat fatal dan busuk jika manusia selu diam melihat dan merasakan penindasan tetapi diam dan acuh. Pemikiran Karl Marx memberikan inspirasi bagi gerakan buruh di seluruh dunia untuk bergerak melawan sistem ekonomi kapitalis yang mengekspolitasi, menghisap dan menindas hakekat kesosialan manusia. Pemikiran Karl Marx bisa dijadikan alat atau kaca mata analisa atas sekian ketidakadilan yang disebabkan oleh negara yang repressif dan intstrumen kapitalistik internasional yang memiskinkan dan mengasingkan manusia dari fitrahnya. Maka, revolusi sosial menjadi penting untuk segera praxiskan.


PEMIKIRAN KARL MARX TENTANG KRITIK EKONOMI-POLITIK

Prawacana: Tentang Das Kapital
Proses Produksi Kapital[1], adalah suatu pembahasan yang mendalam tentang ekonomi politik yang ditulis oleh Karl Marx. Marx melakukan suatu analisis kritis terhadap kapitalisme dan aplikasi praktisnya dalam ekonomi serta dalam bagian tertentu, merupakan kritik terhadap teori-teori terkait lainnya. Kekuatan pendorong utama kapitalisme, menurut Marx, terdapat dalam eksploitasi dan alienasi tenaga kerja. Sumber utama dari keuntungan baru dan nilai tambahnya adalah bahwa majikan membayar buruh-buruhnya untuk kapasitas kerja mereka menurut nilai pasar, namun nilai komoditi yang dihasilkan oleh para buruh itu melampaui nilai pasar. Para majikan berhak memiliki nilai keluaran (output) yang baru karena mereka memiliki alat-alat produksi (kapital) yang produktif. Dengan menghasilkan keluaran sebagai modal bagi majikan, para buruh terus-menerus mereproduksikan kondisi kapitalisme melalui pekerjaan mereka.
Namun, meskipun Marx sangat prihatin dengan aspek-aspek sosial dari perdagangan, bukunya bukanlah sebuah pembahasan etis, melainkan sebuah upaya (yang tidak selesai) untuk menjelaskan tujuan dari “hukum gerak” (“laws of motion”) dari sistem kapitalis secara keseluruhan, asal-usulnya dan masa depannya. Ia bermaksud mengungkapkan sebab-sebab dan dinamika dari akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja bayaran, transformasi tempat kerja, konsentrasi modal, persaingan, sistem bank dan kredit, kecenderungan tingkat keuntungan untuk menurun, sewa tanah, dan banyak hal lainnya. Marx memandang komoditi sebagai "bentuk sel" atau satuan bangunan dari masyarakat kapitalis—ini adalah obyek yang berguna bagi orang lain, tetapi dengan nilai jual bagi si pemilik. Karena transaksi komersial tidak menyiratkan moralitas tertentu di luar apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan transaksinya, pertumbuhan pasar menyebabkan dunia ekonomi dan dunia moral-legal menjadi terpisah dalam masyarakat: nilai subyektif moral menjadi terpisah dari nilai obyektif ekonomi.
Ekonomi politik, yang mulanya dianggap sebagai “ilmu moral” yang berkaitan hanya dengan distribusi kekayaan yang adil, atau sebagai suatu "aritmetika politik" untuk pengumpulan pajak, dikalahkan oleh disiplin ilmu ekonomi, hukum dan etika yang terpisah.Marx percaya bahwa para ekonom politik dapat mempelajari hukum-hukum kapitalisme dalam cara yang “obyektif”, karena perluasan pasar pada kenyataannya telah mengobyektifikasikan sebagian besar hubungan ekonomi: cash nexus membuang semua ilusi keagamaan dan politik sebelumnya (namun kemudian menggantikannya dengan ilusi jenis lain—fetishisme komoditi). Marx juga mengatakan bahwa ia memandang "formasi ekonomi masyarakat sebagai suatu proses sejarah alam". Pertumbuhan perdagangan terjadi sebagai suatu proses di mana tak seorangpun dapat menguasai atau mengarahkan, menciptakan suatu kompleks jaringan kesalingterkaitan sosial yang sangat besar secara global. Dengan demikian, suatu "masyarakat" terbentuk "secara ekonomi" sebelum orang benar-benar secara sadar menguasai kapasistas produktif yang sangat beasr dan kesalingterkaitan yang telah mereka ciptakan, untuk membangunnya secara kolektif untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jadi, analisis Marx dalam Das Kapital, difokuskan terutama pada kontradiksi-kontradiksi struktural, daripada antagonisme kelas, yang mencirikan masyarakat kapitalis–“gerakan kontradiktif” (gegensätzliche Bewegung) yang berasal pada sifat ganda pekerjaan,” bukannya dalam perjuangan antara tenaga buruh dan modal, atau antara kelas pemilik dan kelas pekerja. Lebih jauh, kontradiksi-kontradiksi ini beroperasi (seperti yang digambarkan oleh Marx dengan menggunakan suatu ungkapan yang dipinjam dari Hegel) “di belakang punggung” kaum kapitalis maupun buruh, artinya, sebagai akibat dari aktivitasaktivitas mereka, namun demikian tidak dapat diminimalkan ke dalam kesadaran mereka baik sebagai individu maupun sebagai kelas. Oleh karena itu, Das Kapital, tidak mengusulkan suatu teori revolusi (yang dipimpin oleh kelas buruh dan wakil-wakilnya) melainkan teori tentang krisis sebagai kondisi untuk potensi revolusi, atau apa yang dirujuk oleh Marx dalam Manifesto Komunis sebagai "senjata" potensial, "ditempa" oleh para pemilik modal, "berbalik memukul kaum borjuis sendiri" oleh kelas pekerja. Krisis seperti itu, menurut Marx, berakar dalam sifat komoditi yang kontradiktif, bentuk sosial yang paling dasar dari masyarakat kapitalis. Dalam kapitalisme, perbaikan-perbaikan dalam teknologi dan meningkatnya tingkat produktivitas menambah jumlah kekayaan materi (atau nilai pakai) dalam masyarakat sementara pada saat yang bersamaan mengurangi Nilai (ekonomi) dari kekayaan ini, dan dengan demikian merendahkan tingkat keuntungan—suatu kecenderungan yang membawa kepada situasi tertentu, yaitu ciri khas dalam kapitalisme, yakni "kemiskinan di tengah kelimpahan," atau lebih tepatnya, krisis produksi yang berlebihan di tengah konsumsi yang terlalu rendah.
Marx mendasarkan karyanya pada para ekonom klasik seperti Adam Smith, David Ricardo, John Stuart Mill dan bahkan Benjamin Franklin. Namun, ia mengolah kembali gagasan-gagasan para pengarang ini, sehingga bukunya merupakan sintesis yang tidak mengikuti gagasan pemikir manapun. Buku ini juga mencerminkan metodologi dialektis yang diterapkan oleh G.W.F. Hegel dalam bukunya The Science of Logic dan The Phenomenology of Mind, dan pengaruh para sosialis Perancis seperti Charles Fourier, Comte de Saint-Simon, dan Pierre-Joseph Proudhon. Marx sendiri mengatakan bahwa tujuannya adalah "membawa suatu ilmu [artinya, ekonomi politik] melalui kritik kepata suatu titik di mana ia dapat secara dialektis digambarkan", dan dalam cara ini "mengungkapkan hukum gerak masyarakat modern". Dengan memperlihatkan bagaimana perkembangan kapitalis itu adalah pendahulu dari suatu cara produksi sosialis yang baru, ia berusaha memberikan dasar ilmiah bagi gerakan buruh modern. Dalam mempersiapkan bukunya ini, ia mempelajari literatur ekonomi yang tersedia pada masanya selama dua belas tahun, terutama di British Museum di London. Aristoteles, dan filsafat Yunani pada umumnya, merupakan pengaruh penting lainnya (meskipun seringkali diabaikan) dalam analisis Marx terhadap kapitalisme. Pendidikan Marx di Bonn terpusat pada para penyair Yunani dan Romawi. Disertasi yang diselesaikannya di universitas adalah tentang perbandingan antara filsafat alam dalam karya Demokritus dan Epikurus. Lebih dari itu, sejumlah pakar telah mengajukan pendapatnya bahwa rancangan dasar Das Kapital–termasuk kategori-kategori penggunaan dan nilai tukar, serta "silogisme" untuk sirkulasi sederhana dan diperluas (M-C-M dan M-C-M’)–diambil dari Politik (Aristoteles) dan Etika Nikomakea. Lebih dari itu, gambaran Marx tentang mesin di bawah hubungan-hubungan produksi kapitalis sebagai “otomat” yang bertindak sendiri, adalah sebuah rujukan langsung kepada spekulasi Aristoteles kepada alat-alat yang tidak bernyawa yang mampu mengikuti perintah sebagai kondisi untuk penghapusan perbudakan.

Dasar Kritik Ekonomi-Politik
Dalam studi kritik ekonomi-politik pandangan Karl Heinrich Marx (1818-1883) dianggap paling berpengaruh. Dari segi teoritis, banyak pakar dan pemikir ekonomi yang mengakui bahwa argumentasi Marx sangat dalam dan luas. Teori-teorinya tidak hanya didasarkan atas pandangan ekonomi saja, tetapi juga melibatkan moral, etika, sosial, politik, sejarah, falsafah dan sebagainya. Karl Marx sangat benci dengan sistem perekonomian liberal yang digagas oleh Adam Smith dan kawan-kawan. Untuk menunjukkan kebenciannya Marx menggunakan berbagai argumen untuk “membuktikan” bahwa sistem liberal atau kapitalis itu buruk. Argumen-argumen yang disusun Marx dapat dilihat dari berbagai segi, baik dari sisi moral, sosiologi maupun ekonomi.[2]
Menurut ramalan Marx sistem kapitalis hancur bukan disebabkan oleh faktor-faktor lain, melainkan karena keberhasilannya sendiri. Sistem kapitalis dinilai Marx mewarisi daya self destruction, suatu daya dari dalam yang akan membawa kehancuran bagi sistem perekonomian liberal itu sendiri. Bagi Marx  sistem kapitalis adalah suatu sistem yang “sudah busuk dari dalam” dan tidak mungkin diperbaiki. Untuk membawa masyarakat pada kehidupan yang lebih baik, tidak ada jalan lain, sistem liberal atau kapitalis tersebut harus dihancurkan dan diganti dengan sistem yang lain yang lebih manusiawi, yaitu sistem sosialis atau komunis.
Dalam buku Manifesto Komunis dapat diikuti bagaimana teori Marx tentang pertentangan kelas. Menurut Marx, sejarah segala masyarakat yang ada hingga sekarang pada hakikatnya adalah sejarah pertentangan kelas. Di zaman kuno ada kaum bangsawan yang bebas dan budak yang terikat. Di zaman pertengahan ada tuan tanah sebagai pemilik dan hamba sahaya yang menggarap tanah bukan kepunyaannya. Bahkan di zaman modern ini juga ada majikan yang memiliki alat-alat produksi dan buruh yang hanya punya tenaga kerja untuk dijual kepada majikan.
Disamping itu juga ada masyarakat kelas kaya (the haves) dan kelas masyarakat tak berpunya (the haves not). Semua kelas-kelas masyarakat ini dianggap Marx timbul sebagai hasil dari kehidupan ekonomi masyarakat.Menurut pengamatan Marx, di seluruh dunia ini di sepanjang sejarah, kelas yang lebih bawah selalu berusaha untuk membebaskan dan meningkatkan status kesejahteraan mereka. Sekarangpun (maksudnya di masa Marx) tak terkecuali, tetap ada perjuangan kelas. Dengan anggapan seperti ini Marx meramal bahwa kaum proletar yang terdiri dari para buruh akan bangkit melawan kesewenang-wenangan kaum pemilik modal dan akan menghancurkan kelas yang berkuasa. Bagaimana Marx menganggap bahwa kaum proletar dihisap dan diproses oleh para pemilik modal? Teori yang digunakan untuk menjelaskan penindasan tersebut adalah teori lebih (theory of surplus value), yang sebenarnya berasal dari kaum klasik sendiri.
Menurut pandangan kaum klasik (Ricardo), nilai suatu barang harus sama dengan biaya-biaya untuk menghasilkan barang tersebut, yang di dalamnya sudah termasuk ongkos tenaga kerja berupa upah alami (natural wages). Upah alami yang diterima oleh para buruh hanya cukup sekedar penyambung hidup secara subsistem, yaitu untuk memenuhi kebutuhan yang sangat pokok-pokok saja. Padahal nilai dari hasil kerja para buruh jauh lebih besar dari jumlah yang diterima mereka sebagai upah alami. Kelebihan nilai produktivitas kerja buruh atas upah alami inilah yang disebut Marx sebagai nilai lebih (surplus value)[3], dinikmati oleh para pemilik modal. Makin besar nilai surplus yang dinikmati pemilik modal, yang bagi Marx berarti makin besar penghisapan atau eksploitasi dari pemilik modal atau kaum buruh.
Di sini tampak perbedaan yang sangat nyata antara Marx dan Smith dalam memandang persaingan. Kalau Smith menganggap persaingan bebas sebagai prasyarat bagi terbentuknya masyarakat sejahtera, sebaliknya Marx memandangnya sebagai penyebab terjadinya konsentrasi-konsentrasi ekonomi atau monopoli. Kompetisi dinilai Marx mengandung sesuatu daya yang kalau tidak diawasi akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Perusahaan-perusahaan besar akan mencaplok yang kecil. Yang lemah akan tergusur dari pasar. Akibatnya jumlah golongan menengah menciut, jumlah kaum proletar akan semakin banyak. Sebagai ekses dari persaingan yang tidak sehat tersebut maka sebagian yang kalah tercampak dari pasar. Mereka yang tergusur dari pekerjaan semula akan mengumpul di pusat-pusat industri, membentuk perkampungan-perkampungan kumuh. Tetapi adanya pemusatan para penganggur ini justru menguntungkan kaum kapitalis, sebab mereka bisa dijadikan sebagai cadangan tenaga kerja murah. Dengan banyaknya orang yang antri mencari pekerjaan, maka kaum buruh yang “cukup beruntung memperoleh pekerjaan” walau dengan upah sangat rendah tersebut tidak akan bisa macam-macam. Kalau mereka membuat ulah, dengan segera mereka bisa dipecat (PHK) dan seribu orang siap menggantikannya. Akibat yang lebih nyata dari keadaan ini: kehidupan buruh kian lama semakin tergencet. Tetapi dengan praktek “gencet menggencet” seperti ini siapa sesungguhnya yang rugi? Kaum buruh jelas rugi, sebab mereka hanya bis memperoleh nafkah sekedar penyambung hidup belaka. Bagaimana dengan pemilik modal? Pada mulanya dengan menekan upah buruh mereka memang untung. Tetapi dengan jumlah buruh yang sangat banyak, sedang pendapatan mereka sangat rendah, siapa yang akan membeli barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik? Karena daya beli masyarakat rendah, barang-barang yang dihasilkan menjadi tidak laku. Pabrik-pabrik terpaksa tutup. Semua ini bukan karena salah siapa-siapa, melainkan karena tingkah kaum kapitalis sendiri. Lebih lanjut Marx menganalisis: jika pabrik-pabrik pada tutup, pengangguran akan semakin merajalela, yang akan membawa kekalutan pada masyarakat. Marx meramal akan datang suatu masa, di mana terjadi krisis besar-besaran, yang akan mengakhiri riwayat sistem kapitalistis.
Dari setiap argumen yang dilontarkan Marx di atas jelas sekali bahwa ide tentang konflik selalu ditekankan: konflik antara ideal dan realitas; antara kapital dan labor; juga antara pertumbuhan dan stagnasi. Dari setiap konflik akan muncul perubahan, dan untuk alasan ini Marx berpendapat bahwa sistem kapitalisme mesti diganti dengan sistem lain di mana konflik diganti dengan harmoni atau keselarasan etis, sosial dan ekonomi. Proses pembangunan melalui konflik merupakan proses dialektik.[4] Proses ini mempunyai basis dalam pembagian masyarakat atas kaum pekerja dan kapitalis. Bagi Marx, pangkal dari semua perubahan adalah karena dilakukannya penghisapan atau eksploitasi dari para kapitalis terhadap kaum buruh. Eksploitasi terhadap buruh tersebut telah memungkinkan terjadinya akumulasi kapital di pihak pemilik modal, tetapi menyebabkan pemiskinan di kalangan buruh. Perbedaan yang sangat menyolok antara pemilik kapital dan kaum proletariat sebagaimana dijelaskan di atas akan membawa ke arah revolusi sosial. Bagaimana revolusi sosial tersebut terjadi sebagai akibat dilakukannya eksploitasi terhadap labor. Uraian tentang dasar kritik-ekonomi politik diatas dapat dijadikan kerangka teoretik dan kemudian membatasi sekaligus sebagai alat analisa dan verifiksi terhadap logika perkebangan masyarakat dalam menyusun teori negara menurut Marx.

Kelas dan Kapitalisme[5]
Kritik Marx terhadap konsep negara liberal dan Hegelian perlu dipahami dalam kerangka pemikian Marx yang lebih luas tetang posisi Indonesia dalam masyarakat, hubungan-hubungan produksi, dan sistem produksi modern yang ia sebut kapitalisme. Pada dasarnya Marx bisa menerima keberadaan individu sebagai organisme yang memiliki kapasitas unik, hasrat dan kepentingan untuk memilih secara bebas. Namun, ia menolak pandangan liberal yang melihat individu sebagai organisme yang abstrak tanpa kaitannya dengan kehidupan sehari-hari yang besifat riil. Ia juga mengkritik kecenderungan menempatkan individu sebagai entitas sosial yang paling utama untuk memahami kehidupan politik dan perilaku negara. (Giddens and Held, 1982).  Dalam Critique Hegel’s Philosophy of Right (1843a). Marx menegaskan, “man is not an abstrac being squatting outside the world. Man is the human world, the state, society” (h. 131). Keberadaan individu karenanya hanya bisa diterima dalam kaitannya dengan sesama individu lainnya. Individu bukanlah sekumpulan organisme yang bertindak secara otonom yang terlibat aktif dalam produksi dan kehidupan politik, melainkan humam beings yang hidup dalam jaring-jaring interaksi dan relasi sosial dengan sesama manusia lainnya. Sifat-sifat dasar dan perilaku setiap individu merupakan produk sejarah yang bersumber dari berbagai bentuk interaksi sosial antara manusia. Bagi pemikir liberal, perbedaan antara seorang budak dan majikan menjadi tidak penting karena kedua-duanya merupakan individu yang berdaulat. Akan tetapi bagi Marx perbedaan itu sangat nyata karena merupakan produk interaksi antar manusia yang membawa efek ekonomi dan sosial yang bertolak belakang (Marx, 1858).
Kunci untuk memahami perilaku individu adalah struktur kelas. Akan tetapi tidak semua masyarakat mengalami proses pemilahan berdasarkan kelas. Masyarakat tribal, diantaranya, tidak mengenal kelas karena masyarakat tidak mengenal surplus dan tidak mengakui pemilikan pribadi atas alat-alat produksi. Sistem produksi dijalankan secara gotong royong dan dibagikan secara merata kepada setiap anggota masyarakat. Sebaliknya, pemilahan kelas hanya berkembang dalam sistem produksi yang mengejar surplus dan mengakui hak-hak pemilikan pribadi. Surplus tersebut dicapai setelah kelas sosial non-produktif berhasil menguasai alat-alat produksi dan memaksakan eksploitasi atas kelas sosial produktif (Marx, 1867). Kelas sosial yang menguasai alat-alat produksi menjadi kelas dominan, sementara kelas sosial produktif yang ditindas atas nama keuntungan menjadi kelas sub-ordinan. Pada gilirannya, ketika sistem produksi yang mengejar surplus dan mengakui hak-hak properti ini berkembang menjadi sistem produksi yang utama, kelas dominan dan subordinan akanmenjadi dua kelas uatam yang membelah masyarakat. Hubungan antara kedua kelas ini selalu ditandai oleh eksploitasi dan konflik, yang berpengaruh besar terhadap dinamika sebuah masyarakat. (Marx dan Engels, 1848). Sayangnya tulisan Marx tidak memberikan perhatian cukup serius pada kemungkinan hubungan yang saling tumpang tindih antar penindasan berdasarkan kelas dan penindasan berbasiskan gender. Topik ini baru menjadi perhatian yang cukup serius dalam tulisan Engels, On Origins of The Family, Private Property and The State. Menurut Engels (1881), dalam masyarakat kuno yang bersifat matriarchal posisi perempuan sedikit lebih dominan dibanding laki-laki. Namun hubungan antara keduanya berubah total setelah pengakuan atas hak-hak pemilikan pribadi. Laki-laki menjadi lebih beruntung karena hak atas warisan memungkinkan laki-laki menguasai hak-hak pemikiran tersebut.
Dalam masyarakat modern struktur kelas merupakan produksi sisten kapitalisme. Sistem ini dibangun berdasarkan hak pemilikan pribadi atas faktor produksi, kebebasan mempertukarkan barang dan jasa, dan relasi yang tidak seimbang antara modal dan tenaga kerja. Produksi ditujukan untuk mengahasilkan profit dan surpluse value dan bukan untuk kepentingan jangka panjang memuaskan kebutuhan manusia. (Held, 1996; Brown, 1995; MacEwan, 1999). Menurut Marx, sistem ini pada dasarnya mengandung ketegasan-ketagasan yang melekat secara inheren dalam keseluruhan proses menghasilkan profit dan surpluse value. Perkembangan sejarah dalam banyak hal ditentukan oleh hasil ketegangan-ketegangan ini, diataranya ketegangan hubungan produksi dan tehnik produksi dan konflik kelas. Menurut Marx, sistem produksi kapitalisme terdiri dari, setidaknya, dua macam struktur dasar yang disebut Marx dengan social formation dan mode of production (Marx, 1859). Formasi sosial merupakan sekumpulan kumpulan interaksi dan lembaga-lembaga sosial yang membentuk sebuah masyarakat. Struktur ini meliputi seluruh aspek kehidupan sosial termasuk sistem ekonomi, sistem kekuasaan dan kehidupan budaya yang saling berhubungan satu sama lain. Formasi sosial dibentuk oleh determinasi mode of production atau infrastruktur ekonomi atas kesadaran sosial, kehidupan budaya dan sistem politik.
Di lain pihak, infrastruktur ekonomi—atau sering juga disebut economic base—merupakan kombinasi dari relation of production menyangkut tiga jenis relasi sosial: pertama, hubungan-hubungan produksi yang bersifat primer seperti hubungan butuh dan majikan, kedua, hubungan-hubungan produktif yang bersifat sekunder seperti serikat buruh, asosiasi pemilik modal dan pola-pola dasar kehidupan keluarga yang berkaitan erat dengan sistem produksi kapitalistik; dan ketiga hubungan-hubungan politik dan sosial yang bersumber dari hubungan produksi primer dan sekunder seperti negara, lembaga-lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga sosial lainnya yang mencermikan hubungan buruh-majikan. Sementara itu, forces of productions meliputi alat-alat produksi, tehnik produksi, sumber daya alam dan manusia dan pengorganisasian produksi berdasarkan alat, tehnik dan sumber daya yang dimiliki. Menurut Marx, infrastruktur ekonomi berpengaruh besar terhadap bentuk dasar masyarakat. Hubungan produksi, diantaranya, menentukan proses menghasilkan surplus. Sebuah formasi sosial dapat dikategorikan kapitalistik jika hubungan produksi ini ditujukan untuk merebut use value yang dihasilkan pekerja dan mengubahnya menjadi exchange value yang dilekatkan pada komoditi tertentu sebelum mengahasilkan profit. Pemisahan antara kelompok sosial yang menghasilkan profit—dan karenanya menguasai kapital—dan kelompok sosial yang hanya mempu menjual tenaga kerjanya bukan saja menentukan hubungan kelas, tetapi juga menjadi basis eksploitasi dan konflik sosial dalam masyarakat modern.
Pemahaman tentang kelas dan kapitalisme membawa implikasi luas terhadap pemahaman Marx dan Engels tentang negara. Bertolak belakang dengan Hegel yang memisahkan negara dari masyarakat (sipil) sembari menempatkan negara sebagai aktor yang otonom dan menentukan. Marx memahami kehadiran negara sebagai bagian dari dinamika yang terjadi dalam masyarakat, terutama hubungan antar kelas sosial yang konfliktual. Marx dan Engels juga berbeda dengan para pemikir liberal yang memusatkan perhatiannya pada ketegangan antara hak-hak individu dan netralitas negara karena ia melihat keberadaan otoritas politik dalam konteks sistem produksi untuk menghasilkan surplus value yang menjadi basis material hubungan tidak seimbang antara kelas dominan dan subordinan. Bagi Marx, gagasan tentang negara harus selalu dikaitkan dengan dua faktor: pertama, negara merupakan orde politik yang merepresentasikan kepentingan kelas sosial dominan, termasuk didalamnya menjamin keberlangsungan dominasi modal atas tenaga kerja. Kedua, negara juga merupakan orde politik yang menjamin keberlangsungan akumulasi kapital tanpa gangguan perjuangan kelas.

SOSIALISME
1. Pengertian Sosialisme
Sosialisme pada hakekatnya berpangkal pada kepercayaan diri manusia, melahirkan kepercayaan pula bahwa segala penderitaan dan kemelaratan yang  dihadapi dapat diusahakan melenyapkannya.[6] Penderitaan dan kemelaratan yang diakibatkan pembajakan politik dan ekonomi dimana penguasa dan pengusaha dengan semangat liberal dan kapitalnya, memiliki kekuatan penuh mengatur kaum kebanyakan warga negara, dengan segala keserakahan yang didasarkan rasionalisme dan individualisme itu, mendorong sebagian orang mencari cara baru guna pemecahan masalah sosial tanpa harus dilakukan dengan kekerasan.
George Lansbury, pemimpin partai buruh, menulis dalam bukunya My England (1934), dijelaskan:

“Sosialisme, berarti cinta kasih, kerjasama, dan persaudaraan dalam setiap masalah kemanusiaan merupakan satu-satunya perwujudan dari iman Kristiani. Saya sungguh yakinapakah orang itu tahu atau tidak, mereka yang setuju dan menerima persaingan dan pertarungan satu dengan yang lain sebagai jalan untuk memperoleh roti setiap hari, sungguh melakukan penghianatan dan tidak menjalankan kehendak Allah.”[7]

Sosialisme adalah sebuah masyarakat dimana kaum pekerja sendiri yang menguasai alat-alat produksi dan merencanakan ekonomi secara demokratik; dan semua ini secara internasional. Istilah “sosialisme” atau “sosialis” dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan: ideologi atau kelompok ideologi. sistem ekonomi. negara. Kata ini mulai digunakan paling tidak sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, pertama digunakan untuk mengacu kepada pengikut Robert Owen pada tahun 1827. Di Prancis, digunakan untuk mengacu pada pengikut doktrin Saint-Simon pada tahun 1832 dan kemudian oleh Pierre Leroux dan J. Regnaud dalam l'Encyclopedie nouvelle. Penggunaan kata sosialisme sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda oleh berbagai kelompok, namun hampir semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada abad ke-19 dan ke-20, yang berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan masyarakat egalitarian, yang dengan sistem ekonomi, menurut mereka, dapat melayani masyarakat banyak, ketimbang hanya segelintir elite.
Sosialisme sebagai ideologi menurut penganut Marxisme (terutama Friedrich Engels), model dan gagasan sosialis dapat dirunut hingga ke awal sejarah manusia, sebagai sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial. Pada masa Pencerahan di abad ke-18, para pemikir dan penulis revolusioner seperti Marquis de Condorcet, Voltaire, Rousseau, Diderot, abbe de Mably, dan Morelly mengekspresikan ketidakpuasan berbagai lapisan masyarakat di Perancis. Kemudian Sistem Ekonomi dalam sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Berpijak pada konsep Marx tentang penghapuskan kepimilikan hak pribadi, prinsip ekonomi sosialisme menekankan agar status kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa komoditi penting dan kepentingan masyarakat banyak, Seperti Air, Listrik, bahan pangan dll.
Sejumlah pemikir, pakar ekonomi dan sejarah, telah mengemukakan beberapa masalah yang berkaitan dengan teori sosialisme, termasuk di antara mereka adalah antara lain Milton Friedman, Ayn Rand, Ludwig von Mises, Friedrich Hayek, dan Joshua Muravchik. Kritik dan keberatan tentang sosialisme dapat dikelompokkan menjadi kategori berikut: Insentif, Harga, Keuntungan dan kerugian, Hak milik pribadi. Keuntungan dalam anutan sosialisme kekinian telah dimungkinkan. Berhubungan dalam keuangan dari suatu negara sosialis, untuk transaksi atas barang, walaupun bukan terhadap pertanian.

2. Sejarah Kelahiran Sosialisme
Setelah melebarnya sayap-sayap ideologi liberalisme dan kapitalisme, maka dunia telah tersebtuh ideologi ini dipenuhi dengan pragmatisme hidup, sikap individualistis, konsumeris, hedonisme, materialisme, dan sekulerisme. Ini telah menimbulkan masalah sosial sampai pada tingkat unit sosial terkecil, seperti melemahkan ikatan emosional dalam keluarga, disorientasi, disorganisasi sosial, pada skala yang besar timbulnya aliansi sosial sebab jauh dari agama dan kepentingan sosial dalam kehidupan sosiali dan ekonomi masyarakat. Lahirlah faham sosialisme. Mereka menentang individu sebagai dasar pribadi, juga kebebasan ekonomi yang perlu melibatkan negara. Faham sosialis mengusahakan indutri negara bukan semata untuk digunakan mencari keuntungan yang melebihi usaha keuntungan kapitalis yang meungkin berhasil, mungkin tida. Akan tetapi untuk penyelenggarakan industri yang lebih demokratis, bermanfaat dan bermartabat, penggunaan mesin yang lebih memperhatikan manusia dan penggunaan hasil kecerdasan manusia yang lebih bijak.[8] Lahirlah tokoh-tokoh sosialis, seperti St. Simon (1760-1825), Fourier (1837), Robert Owen (1771-1858), Louis Blane (1813-1882), Bakunin (1814-1876).

3. Sistem Politik Sosialisme
Sosialisme dengan demokrasi, memiliki hubungan yang sangat penting, ia menjadi bagian dari kebijakan sosialis. Sosialisme dalam konteks demokrasi memiliki tujuan dengan inti yang sama, yakni untuk lebih mewujudkan demokrasi dengan memperluas penerapan prinsip-prinsip demokrasi dari hal-hal yang bersifat politis sampai pada yang bersifat non-politis dalam masyarakat. Oleh sebab itu untuk mencapai cita-citanya, sosialis menggunakan cara-cara yang demokratis:
Pertama, sosialisme menolak terminologi proletariat yang menjadi bagian konsep komunisme. Kedua, kepemilikan alat-alat produksi oleh negara harus diusahakan secara perlahan-lahan atau secara bertahap. Ketiga, kaum sosialis menuntut pendirian umum yang demokratis bahwa pencabutan hak milik warga negara harus melalui proses hukum dan warga negara tersebut harus mendapat kompensasi. Keempat, kaum sosialis menolak pengendalian kekuasaan oleh sekelompok minoritas yang mengatasnamakan kekuatan revolusioner.[9] Kelima, tidak sependapat bahwa dalam demokrasi hanya ada dua pilihan antara liberalis-kapitalis dan komunisme. Partai-partai yang demokratis tidak menyibukkan dirinya untuk menyelesaikan perjuangan seribu tahun dalam sehari, melainkan mereka berusaha untuk memecahkan persoalan yang relatif dapat ditangani dan dihindarkan pemecahan kaku yang tidak dapat ditarik kembali.[10]

4. Sistem Ekonomi Sosialisme
Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas lng, dan lain sebagainya. Dalam sistem ekonomi sosialisme atau sosialis, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat.
Pada dasarnya sosialisme mewarisi tujuan pokok yang sama dari kapitalisme, yakni melestarikan kesatuan faktor tenaga kerja dan pemilikan. Pada abad ke-17 dan ke-18, saat kapitalisme melewati tahap awal perkembangannya, kesatuan itu menjadi kenyataan. Inggris di zaman John Locke masih hidup dan Amerika di zaman Thomas Jefferson menyaksikan pertanian yang berukuran rata-rata, toko-toko,bengkel hanya dalam skala kecil keluarga saja. Tenaga kerja dan pemilik berada dalam keseiringan. Ancaman utama dalam kesatuan ini justru datang dari negara, yang berusaha untuk menetapkan dan mengatur.
Singkatnya negara memainkan peranan suatu badan yang berkuasa penuh dalam urusan ekonomi. Akan tetapi, tatkala ekonomi kapitalis mengalami kemajuan, tanggungjawab individu dan keluarga dalam urusan kepamilikan alat-alat produksi serta pengaturan tenaga kerja perlahan-lahan digantikan oleh sistem ekonomi dalam mana perusahaan besar mengambil alihfungsi-fungsi tersebut. Ketika bentuk usaha industri tumbuh semakin besar, tanggungjawab tenaga kerja semakin beralih ke tangan masyarakat, sementara pemilikan tetap secara perorangan.[11]
Isu yang dalam mengembangkan sosialisme di Eropa berkaitan erat dengan masalah ekonomi adalah: Pertama, pemerataan sosial, salah satu kekuatan pendorong, yakni penentangannya terhadap ketimpangan kelas sosial yang diterima oleh negara Eropa (maupun bagian dunia yang lain) dari zaman feodal dimasa lalu.
Kedua, penghapusan kemiskinan. Yakni kemiskinan sebagai akibat dari akumulasi sistem kapitalisme, maka bagi sosialisme; ‘tidak ada hak milik pribadi atas alat-alat produksi, bahwa alat produksi harus menjadi kepemilikan komunal’. Dengan menekankan solidaritas sosial dan kerjasama sebagai sarana untuk mengembangkan ekonomi dan membangun suatu jaringan ikatan sosial dan ekonomi yang kuat guna membantu membentuk kepaduan nasioal. Karena, begitu jauhnya kenyataan ekonomi dan politis telah melahirkan kegagalan.[12]

5. Prinsip-prinsip Sosialisme
Sosialisme memiliki prinsip-prinsip dalam menegakkan suatu pemerintahan dan negara dalam mewujudkan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Ini meliputi masalah agama, idealisme etis dan estetis, empirisme febian dan liberalisme. Prinsip-prinsip ideologi sosialisme menurut Sydney Webb sebagaimana dalam bukunya Fabian Esseys (1889) itu, menganggap sosialisme sebagai hasil yang tidak dapat diletakkan dari keberhasilan demokrasi dengan kepastian yang datang secara bertahap (inevitability of gradualness) yang berbeda dengan pandangan Karl Marx tentang kepastian revolusi.[13] Prinsip-prinsip ideologi sosialisme adalah sebagai berikut:
Pertama, masalah agama. Dalam pembentukan gerakan sosialis pengaruh agama merupakan yang paling kuat. Menemukan berbagai hal yang berhubungan dengan doktrin keagamaan, sosial dan ekonomi serta banyaknya jumlah sekte keagamaan telah membuktikan betapa adanya berbagai ajaran yang dipegangnya. Hal ini tampak terlihat di Inggris pada masa itu menurut Attle.[14] Hal ini karena dulu ada gerakan Kristiani Sosialis yang beranggapan bahwa agama itu harus disosialisasikan dan sosialisme harus dikristianikan.[15]
Kedua, idealisme etis dan estetis. Ini menjadi sumber sosialisme di Inggris, John Ruskin dan William Morris mengungkapkan ini bukan suatu program politik dan atau ekonomi, tetapi merupakan pemberontakan melawan kemelaratan, kebosanan, dan kemiskinan hidup dibawah kapitalisme industri. Sebagaimana kedua tokoh itu, Charles Dickens dan Thomas Carlyle serta pengarang lainnya yang melihat pengaruh peradaban industri terhadap pribadi seseorang sebagai manusia. Pemberontakan etis dan estetis masa Inggris Victoria merusak rasa percaya diri yang tumbuh pada masa itu. Sebab keraguan itu, dirinya mendapatka banyak sosialis yang positif dapat dikembangkan mengenai langkah demi langkah.[16] Ini bukan merupakan program politik dan ekonomi, melainkan pemberontakan dari kehidupan yang kotor dan keadaan masyarakat yang miskin akibat kapitalis industri.[17]

Ketiga, empirisme fabian. Ini merupakan ciri gerakan sosialis Inggris yang paling khas. Masyarakat fabian didirikan pada tahun 1884, serta mengambil nama seorang Romawi, yakni Quintus Fabius Maximus Cunctator, si “penunda’. Moto awal dari masyarakat itu adalah ‘Engkau harus menunggu saat yang tepat; kalau saat yang tepat itu tiba engkau harus melakukan serangan yang dahsyat, sebab jika tidak, penundaan yang engkau lakukan itu sia-sia dan tidak akan membawa hasil. Tokoh-tokoh dari kalangan ini antara lain George Bernand Shaw, Sydney dan Beatrice Webb, H.G. Wells dan Graham Walls, mereka bukan berasal dari kalangan miskin. Dalam hal politik menghendaki  suatu perubahan masyarakat secara konstitusional. Perubahan itu jangan sampai melalui revolusi yang radikal dengan membalikkan struktur politik dengan cara paksa atau kekerasan. Prinsip bahwa tidak mungkin ada kemajuan kecuali kepada kelas menengah dan atas ditunjukkan bahwa tuntutan dasar pikiran serta politik sosialis tadi masuk akal dan bersifat adil.[18]
Keempat, liberalisme. Ini telah menjadi sumber yang semakin penting bagi sosialisme, terutama sejak Partai Liberal merosot peranannya, dan meningkatnya peran oleh Partai Buruh. Dalam sosialisme juga ada kecenderungan berorientasi pada negara, masa dan kolektivitas. Kedua kecenderungan itu masih Sunan Kalijaga menjadi seorang pribadi dan bukan menjadi seorang anggota dalam daftar nasional. Namun demikian, dalam 40 tahun terakhir semakin banyak orang Liberal yang menggabungkan diri dengan Partai Buruh.[19] Hal ini penting terutama setelah partai liberal terjadi tidak berarti banyak beralih ke partai buruh. Sebab dalam partai buruhlah, gagasan mereka dapat dikembangkan.[20]
Oleh sebab itu sosialisme sebagai bentuk kekuatan politik, sosial dan ekonomi sangat berpihak kepada tindakan populis dan untuk rakyat, ini dilakukan berupa pemberian kesempatan kerja, menghapus diskriminasi, memperjuangkan mengenai persamaan hak, memperjuangkan hak-hak pekerja, kerjasama serta menghapuskan persaingan dan mengatur mekanisme ekonomi untuk kepentingan seluruh rakyat.

6. Sosialisme Utopis
Sosialisme Utopis atau Sosialisme Utopia adalah sebuah istilah untuk mendefinisikan awal mula pemikiran sosialisme modern. Para sosialis utopis tidak pernah benar-benar menggunakan ini untuk menyebut diri mereka; istilah "Sosialisme Utopis" awalnya diperkenalkan oleh Karl Marx dan kemudian digunakan oleh pemikir-pemikir sosialis setelahnya, untuk menggambarkan awal kaum sosialis intelektual yang menciptakan hipotetis masa datang dari penganut paham egalitarian dan masyarakat komunal tanpa semata-mata memperhatikan diri mereka sendiri dengan suatu cara dimana komunitas masyarakat seperti itu bisa diciptakan atau diperjuangkan.
Kata utopia sendiri diambil dari kisah pulau Utopia karangan Thomas Moore. Karena Sosialisme utopis ini lebih merupakan sebuah kategori yang luas dibanding sebuah gerakan politik yang spesifik, maka sebenarnya sulit untuk mendefinisikan secara tepat istilah ini. Merujuk kepada beberapa definisi, desinisi sosialisme utopis ini sebaiknya melihat para penulis yang menerbitkan tulisan-tulisan mereka pada masa antara Revolusi Perancis dan pertengahan 1930-an. Definisi lain mengatakan awal mula sosialisme utopis jauh lebih ke masa lalu, dengan mengambil contoh bahwa figur Yesus adalah salah satu diantara penganut sosialisme utopis. Walaupun memang terbuka kemungkinan siapapun yang hidup dalam waktu kapanpun dalam sejarah dapat disebut sebagai seorang sosialis utopis, istilah ini lebih sering dipakai terhadap para sosialis utopis yang hidup pada seperempat masa pertama abad 19. Sejak pertengahan abad 19 dan selanjutnya, cabang-cabang sosialisme yang lain jauh melebihi versi utopisnya, baik dalam perkembangan pemikirannya maupun jumlah penganutnya. Para sosialis utopis sangat penting dalam pembentukan pergerakan modern bagi komunitas intentional dan koperasi, techno komunisme.Istilah "sosialisme ilmiah" kadang digunakan oleh para penganut paham Marxisme untuk menguraikan versi sosialisme mereka, terutama untuk tujuan membedakannya dari Sosialisme Utopis dimana telah terdeskripsi dan idealistis (dalam beberapa hal mewakili suatu yang ideal) dan bukan ilmiah, yaitu, yang dibangun melalui pemikiran dan berdasarkan pada ilmu-ilmu sosial.

7. Pemikir Utama Sosialisme Utopis
Robert Owen (1771-1858) adalah seorang pelaku bisnis sukses yang menyumbangkan banyak laba dari bisnisnya demi peningkatan hidup karyawannya. Reputasi dia meningkat ketika dia mendirikan suatu pabrik tekstil di New Lanark, Skotlandia dan memperkenalkan waktu kerja lebih pendek, membangun sekolah untuk anak-anak dan merenovasi rumah-rumah tempat tinggal pegawainya. Ia juga merancang suatu komunitas Owenite yang disebut New Harmony (Keselarasan Baru) di Indiana, AS. Komunitas ini bubar ketika salah satu dari mitra bisnisnya melarikan diri dengan membawa semua laba yang ada. Kontribusi utama Owen bagi pikiran kaum sosialis adalah pandangan tentang dimana perilaku sosial manusia tidaklah tetap atau absolut, dan manusia mempunyai kehendak bebas untuk mengorganisir diri mereka ke dalam segala bentuk masyarakat yg mereka inginkan. Otienne Cabet (1788-1856) dipengaruhi oleh pemikiran Robert Owen. Di dalam bukunya Travel and adventures of Lord William Carisdall in Icaria (1840) ia memaparkan suatu masyarakat komunal idealis. Usaha nya untuk membuatnya kembali (gerakan Icarian) gagal. Charles Fourier (1772-1837) sejauh ini adalah seorang sosialis yang paling utopis. Menolak semua tentang Revolusi Industri dan semua permasalahan yang timbul menyertainya, ia membuat berbagai pendapat fantastis tentang dunia yang ideal yang ia impikan. Selain beberapa kecenderungan yang jelas-jelas tidak sosialis, ia tetap memberi kontribusi berarti bagi gerakan sosialis. Tulisan-tulisannya membantu Karl Marx muda dan membantunya memikirkan teori alienasinya. Fourier juga seorang feminisme radikal.

KOMUNISME
1. Pengertian Komunisme
Komunis mulai populer dipergunakan setelah revolusi di tahun 1830 di Peracis. Suatu gerakan revolusi yang menghendaki perubahan pemerintahan yang bersifat parlementer dan dihapuskannya raja. Istilah komunis, awalnya mengandung dua pengertian. Pertama, ada hubungannya dengan komune (commune) suatu satuan dasar bagi wilayah negara yang berpemerintahan sendiri, dengan negara itu sendiri sebagai federasian komune-komune itu. Kedua, ia menunjukkan milik atau kepunyaan bersama. Pada esensinya adalah sebuah alra berfikir berlandaskan kepada atheisme, yang menjadikan materi sebagai asal segala-galanya. Ditafsirkannya sejarah berdasarkan pertarungan kelas faktor ekonomi. Karl Marx dan Frederich Engels adalah tokoh utamanya dalam mengembangkan faham ini.[21]
Komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme di abad ke-19, yang mana mereka itu mementingkan individu pemilik dan mengesampingkan buruh.Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh dunia. Racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut “Marxisme-Leninisme”. Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh, namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan peran Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro. Inilah yang menyebabkan komunisme menjadi "tumpul" dan tidak lagi diminati. Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi.

Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme. Secara umum komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama adalah racun yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata. Komunisme sebagai ideologi mulai diterapkan saat meletusnya Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain. Pada tahun 2005 negara yang masih menganut paham komunis adalah Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos.

2. Ide Dasar Komunisme
Komunisme masa kini menitik beratkan empat ide: 1] Sekelumit kecil orang hidup dalam kemewahan yang berlimpah, sedangkan kaum pekerja yang teramat banyak jumlahnya bergelimang papa sengsara, 2] Cara untuk merombak ketidakadilan ini adalah dengan jalan melaksanakan sistem sosialis, yaitu sistem dimana alat produksi dikuasai negara dan bukannya oleh pribadi swasta, 3] Pada umumnya, satu-satunya jalan paling praktis untuk melaksanakan sistem sosialis ini adalah lewat revousi kekerasan, 4] Untuk menjaga kelanggengan sistem sosialis harus diatur oleh kediktatoran partai Komunis dalam jangka waktu yang memadai.
Tiga dari ide pertama sudah dicetuskan dengan jelas sebelum Marx, sedangkan ide yang keempat berasal dari gagasan Marx mengenai “diktatur proletariat”, sementara itu lamanya berlaku kediktatoran Soviet sekarang lebih merupakan langkah-Iangkah Lenin dan Stalin daripada gagasan tulisan Marx, Hal ini nampaknya menimbulkan anggapan bahwa pengaruh Marx dalam Komunisme lebih kecil dari kenyataan sebenamya, dan penghagaan orang-orang terhadap tulisan­tulisannya lebih menyerupai etalase untuk membenarkan sifat “keilmiahan” dari pada ide dan politik yang sudah terlaksana dan diterima.

3. Ciri-ciri Inti Masyarakat Komunis
Ciri-ciri inti masyarakat komunis adalah; 1] penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi, 2] penghapusan kelas-kelas sosialisme, 3] menghilangnya negara, 4] pengahpusan pembagian kerja. Kelas-kelas tidak perlu dihapus secara khusus sesudah kelas kapitalisme ditiadakan karena kapitalisme sendiri sudah mengahapus semua kelas, sehingga hanya tinggal proletariat. Itulah sebabnya revolusi sosialis tidak akan menghasilkan masyarakat atas dan masyarakat bawah lagi.[22]

4. Filsafat Perubahan Sosial dalam Manifesto Komunis[23]
Dalam materialisme dialektik, tindakan adalah yang pertama dan fikiran adalah yang kedua. Aliran ini mengatakan bahwa tak terdapat pengetahuan yang hanya merupakan pemikiran tentang alam; pengetahuan selalu dikaitkan dengan tindakan. Pada zaman dahulu, menurut Marx, para filosof telah menjelaskan alam dengan cara yang berbeda-beda. Kewajiban manusia sekarang adalah untuk mengubah dunia, dan ini adalah tugas dan misi yang bersejarah dari kaum komunis. Dalam melakukan tugas ini, mereka tidak ragu-ragu untuk mengambil tindakan dan menggunakan kekerasan guna mencapai maksud mereka. Sesungguhnya, kebanyakan orang komunis percaya bahwa kekerasan adalah perlu untuk menghilangkan kejahatan dari masyarakat.
Masyarakat, seperti benda-benda lain, selalu dalam proses perubahan. Ia tidak dapat diam (statis) karena meteri itu sedniri bergerak (dinamis). Akan tetapi perubahan atau proses perkembangan itu tidak sederhana, lurus atau linear. Selalu terjadi perubahan-perubahan yang kecil, yang tidak terlihat, dan kelihatannya tidak mengubah watak benda yang berubah itu, sampai terjadilah suatu tahap dimana suatu benda tidak dapat berubah tanpa menjadi benda lain. Pada waktu itu terjadi suatu perubahan yang mendadak. Sebagai contoh, air dipanaskan pelan-pelan, ia menjadi bertambah panas sedikit demi sedikit. Sampai akhirnya secara mendadak, pada suatu tahap, ia menjadi uap, dan terjadilah perubahan keadaan. Ada perkembangan yang lalu dari perubahan kuantitatif yang sangat kecil dan tidak berarti, kemudian menjadi perubahan yang penting terbuka dan kemudian menjadi perubahan kualitas; terjadi juga suatu perkembangan dimana perubahan kualitatif terjadi dengan lekas dan mendadak, berupa suatu loncatan dari suatu keadaan  kepada keadaan yang lain.[24] Begitu juga dalam hubungan ekonomi dari suatu masyarakat dan dalam pertarungan kepentigan antara kelas, situasi revolusioner akan muncul. Jika ditafsirkan dengan cara ini maka materialisme dialektik memberi dasar kepada perjuangan kelas dan tindakan revolusioner.
Pada tahun 1848 Karl Marx dan Freidrich Engels menerbitkan Manifesto Komunis, suatu dokumen yang banyak mempengaruhi gerakan revolusioner. Akhirnya Karl Marx menerbitkan karyanya yang besar, Das Kapital, Jilid pertama terbit pada tahu 1867. Marx membentuk interpretasi ekonomi tentang sejarah, dan interpretasi tersebut telah berpengaruh kuat selama seratus tahun terakhir ini. Bagi Marx faktor ekonomi adalah faktor yang menentukan dalam perkembangan sejarah manusia. Sejarah digambarkan sebagai pertempuran kelas, dimana alat-alat produksi, didistribusi dan pertukaran barang dalam struktur ekonomi dari masyarakat menyebabkan perubahan dalam hubungan kelas, dan ini semua mempengaruhi kebiasaan dalam tradisi politik, sosial, moral dan agama.
Terdapat lima macam sistem produksi, empat macam telah muncul bergantian dalam masyarakat manusia. Sistem kelima diramalkan akan muncul pada hari esok yang dekat, dan sekarang sudah mulai terbentuk. Yang pertama adalah sistem komunisme primitif. Sistem ini adalah tindakan ekonomi yang pertama dan mempunyai ciri-ciri pemilikan benda secara kolektif, hubungan yang damai antar perorangan dan tidak adanya tehnologi. Tingkat kedua adalah sistem produksi kuno yang didasarkan atas perbudakan. Cirinya adalah timbulnya hal milik pribadi, yang terjadi ketika pertanian dan pemeliharaan binatang mengganti perburuan sebagai sarana hidup. Dengan lekas, kelompok aristokrat dan kelas tinggi memperbudak kelompok lain. Pertarungan kepentingan timbul ketika kelompok minoritas menguasai sarana hidup. Tingkatan ketiga adalah tingkatan dimana kelompok-kelompok feodal menguasasi penduduk-penduduk. Pembesar-pembesar feodal menguasai kelebihan hasil para penduduk yghanya dapat hidup secara sangat sederhana.
Pada tingkatan keempat, timbulah sistem borjuis atau kapitalis dengan meningkatnya perdagangan, penciptaan dan pembagian pekerjaan; sistem pabrik menimbulkan industrialis kapitalis, yang memiliki dan mengontrol alat-alat produksi. Si pekerja hanya memiliki kekuatan badan, dan terpaksa menyewakan dirinya. Sebagai giliran tangan menimbulkan masyarakat dengan pengusaha kapitalis.
Sejarah masyarakat mulai pecahnya masyarakat primitif bersama adalah sejarah pertarungan kelas. Selama seratus lima puluh tahun terakhir, kapitalisme industri dengan doktrin self-interest (kepentingan diri sendiri)-nya telah membagi masyarakat menjadi dua kelompok yang bertentangan: borjuis atau kelompok yang memiliki dan proletar atau kaum buruh. Oleh karena kelas yang memiliki menguasai lembaga-lembaga kunci dari masyarakat dan tidak mengizinkan perubahan besar dengan jalan damai, maka jalan keluarnya adalah penggulingan kondisi sosial yang ada dengan kekerasan.
Setelah revolusi, menurut materialisme dialektik dan filsafat komunis, akan terdapat dua tingkat masyarakat. Pertama tingkat peralihan, yaitu periode kediktatoran dari kaum proletar. Dalam waktu tersebut orang mengadakan perubahan sosial yang revolusioner, dan kelas-kelas masyarakat dihilangkan dengan dihilangkannya hak milik pribadi terhadap sarana produksi, distribusi dan pertukaran (excange). Tingkat kedua setelah revolusi adalah tingkat kelima dan tipe terakhir dari sistem produksi. Itu adalah “masyarakat tanpa kelas” atau komunisme murni. Pada tingkatan tersebut bentrokan dan eksploitasi akan telah selesai, dan semua orang, pria dan wanita akan terjamin kehidupannya yang layak. Negara tidak lagi menjadi alat kelas dan dialektik tidak berlaku lagi dalam masyarakat tanpa kelas. Akan terdapat kemerdekaan, persamaan, perdamaian dan rizki pun melimpah. Masyarakat akan menyaksikan realisasi kata-kata: dari setiap orang menurut kemauannya, bagi setiap orang menurut kebutuhannya.

5. Kedudukan Proletariat dalam Komunisme
Komunisme adalah doktrin mengenai keadaan bagi kemerdekaan proletariat.[25] Bahwa terwujudkanya komunisme membutuhkan keniscayaan terciptanya proletariat, dan proletariat adalah Proletariat merupakan kelas dalam masyarakat yang hidup hanya dengan menjual tenaga kerjanya dan tidak menarik keuntungan dari mana-mana jenis kapital; kebiluran dan kesengsaraan mereka, hidup dan mati mereka, kewujudan semena-mena mereka bergantung kepada keperluan tenaga pekerja–dan oleh kerana itu, bergantung kepada keadaan perniagaan yang senantiasa berubah, dan ketidak-tentuan persaingan yang tidak terkawal. Proletariat, atau kelas proletariat, merupakan, dalam sekata dua, kelas pekerja abad ke-19.[26]
Proletariat menjelma semasa revolusi perindustrian, yang berlaku di England pada hujung abad ke-18, dan yang diulangi di setiap negara bertamadun di seluruh dunia. Revolusi perindustrian ini dijana oleh penciptaan enjin stim, mesin menenun mekanikal dan pelbagai peralatan mekanikal yang lain. Mesin-mesin ini, yang begitu mahal sekali dan, oleh karena itu, hanya dapat dibeli oleh kapitalis besar, mengubah cara pengeluaran dan mengambil tempat bekas pekerja, kerana mesin-mesin tersebut menghasilkan komoditi yang lebih murah dan lebih baik daripada yang dapat dihasilkan oleh para pekerja dengan roda penenun dan penenun tangan mereka yang tidak memadai. Mesin-mesin tersebut menghadiahkan bidang indutsri ke dalam tangan kapitalis besar dan menghancurkan nilai harta para pekerja (peralatan, alat penenun dan sebagainya). Akibatnya, pihak kapitalis berjaya merangkul kesemuanya dalam tangan mereka dan tidak terdapat apa-apa yang tinggal untuk para pekerja. Ini menandakan pengenalan sistem perkilangan kepada industri tekstil. Selepas dorongan bagi pengenalan mesin-mesin dan sistem perkilangan diberi, sistem ini menjalar dengan pantas ke setiap bidang indutsri yang lain, khususnya pencetakan buku dan pengecapan kain, pembuatan barangan tembikar, dan indutsri logam.
Pekerjaan-pekerjaan semakin dibahagikan di kalangan individu sehingga pekerja yang dahulunya melaksanakan tugas yang menyeleruh, sekarang hanya melaksanakan sebahagian daripada tugas tersebut. Pembahagian tugas ini membenarkan benda-benda dihasilkan dengan lebih cepat dan lebih murah. Ia mengurangkan aktiviti pekerja kepada gerakan mekanikal senang dan beterusan yang dapat dilaksanakan dengan lebih baik oleh mesin-mesin. Dalam cara ini, segala industri tersebut jatuh, satu demi satu, di bawah kekuasaan stim, mesin-mesin dan sistem perkilangan, seperti yang berlaku kepada penenunan dan penganyaman.
Tetapi, pada masa yang sama, bidang-bidang tersebut turut jatuh ke dalam tangan kapitalis besar, dan para pekerja dilucutkan kebebasan mereka. Lama-kelamaan, bukan sahaja pengilangan tulin bahkan juga kraftangan jatuh ke dalam cengkaman sistem perkilangan, apabila kapitalis besar mengambil tempat tukang mahir kecil dengan mendirikan bengkel-bengkel besar, yang lebih menjimatkan dan membenarkan pembahagian tugas yang lebih terperinci.
Begitulah hampir segala jenis pekerjaan diusahakan di kilang-kilang di setiap negara bertamadun-dan, dalam hampir setiap bidang kerja, kraf-tangan dan pengeluaran telah dilintasi. Proses ini telah menghancurkan kelas menengah lama pada tahap yang lebih teruk lagi, khususnya tukang kraftangan kecil-kecilan; ia telah mengubah keadaan pekerja secara menyeluruh; dan dua kelas baru telah diwujudkan yang, secara perlahan-lahan, sedang menelan kelas-kelas yang lain. Ini merupakan: 1] Kelas kapitalis besar yang, di setiap negara bertamadun, memiliki secara eksklusif segala keperluan hidup dan peralatan (mesin-mesin dan kilang-kilang) dan bahan-bahan yang diperlukan untuk penghasilakn keperluan hidup. Ini merupakan kelas borjuas, atau borjuasi. 2] Kelas yang tidak berharta, yang terpaksa menjual tenaga pekerja mereka kepada borjuasi untuk mendapat, secara berbalas, keperluan hidup untuk kesenangan mereka. Mereka diberikan nama kelas proletariat, atau pendek kata, proletariat.

6. Sejarah Perkembangan Komunisme
Rusia, merupakan pusat kegiatan pembaharuan untuk menegakkan negara yang berdasarkan faham komunisme setelah meletusnya Revolusi Bolshevik di tahun 1917. Pada tahun 1919 didirikan Third International atau yang dikenal dengan Komunisme Internasional. Sosialisme-komunis dikenal juga dengan istilah Boshevism, kelompok ini yang memenangkan puncak revolusi di Rusia di tahun 1917 itu. Sebelumnya pada tahun 1989, setelah berdiri Social Democracy Party yang membuka cakrawala berfikir baru bagi parpenulis Rusia. Rapat kerja yang dilakukan di kota Perlizt dipenuhi dengan tantangan yang tajam sesama mereka, sampai akhirnya kemudian terpecah menjadi dua golongan. Golongan pertama memilih cara kerja memalui cara berjuang yang tidak revolusioner diberi nama Menshevic atau kelompok minoritas. Adapun golongan kedua dengan pengikut mayoritas memilih perjuangan dengan cara revolusioner, kelompok ini disebut Bolshevic. Golongan ini berhasil memegang kekuasaan tertinggi di Rusia dibawah kepemimpinan Lenin, didukung Trotsky[27], yang dilanjutkan oleh Stalin, Kruschev, Beznev, Androvov, Chernenko sampai Gorbachev.

7. Sistem Politik Komunisme
Secara teoretis, pemerintahan komunis yang didasarkan ideologinya memperlakukan semua negara bagian mereka, rakyat dan cita-citanya menciptakan masyarakat sama rata-sama rasa. Dalam kenyataannya kekerasan, penyingkiran lawan-lawan, pembuangan, pengasingan, agitasi dan propaganda untuk menghancurkan bagi mereka yang tidak sejalan merupakan tindakan yang biasa dan harus dijalankan dengan cara revolusioner dan radikal. Dengan demikian ideologi komunisme dengan Marxisme-nya cenderung untuk melahirkan sistem politik yang otoriter dan tiranik seperti yang diperlihatkan oleh penguasa Stalin dan Lenin di Rusia, Mao Tse Tung di China, Fidel Castro di Kuba, Rezim Kemer Merah dengan Polpot dan Khi Smpan di Kamboja, Kim Sung di Korea Utara, Afganistan di masa Babrak Karmal. Sejumlah negara dikawasan Eropa Timur yang menjadi satelit Uni Sovyet seperti Hingaria, Bulgaria, Jerman timur, Latvia, Lithuania, Estonia, Rumania, Polandia. Kemudian negara dibawah Konfederasi Rusia yang menjadi Uni Sovyet seperti Georgia, Turkistan, Azerbaijan, Turmikistan, Kazakstan, Armenia. Selain itu negara yang berporos kepada faham Marxis dikawasan Afrika, Asia dan Amerika Latin.
Melalui partai komunis yang menganut single party memegang kekuasaan dengan mutlak-diktator. Rakyat tidak mungkin mengembangkan buah pikirannya, apalagi melakukan partisipasi politik yang berbeda dengan partai komunis yang berkuasa, termasuk untuk mengemukakan kebijaksanaan partai negara.[28] Bagaimana Stalin dan Breznev, menumpas sejumlah negara yang menuntut persamaan hak atau keinginan melepaskan diri dari satelit Uni Sovyet seperti Geogia, Rumania, Polandia, Hongaria, Chekoslovakia dan Afganistan di era 1950-an sampai 1970-an.
Dalam membawa misi komunismenya untuk mencapai dan menguasai politik dalam masyarakat maupun negara, kalangan ini bila mungkin membentuk partai politik berupa partai komunis. Dalam struktur politik, negara yang berfaham ideologi komunis menganut sistem komando, hierarkis dari atas, dengan pola yang sentralistik, dan diktatur atas nama proletar, sehingga sering disebut diktatur proletariat. Oleh karena itu dalam mengambil keputusan ada tiga tingkat atau jalur untuk lahirnya suatu kebijakan politik, yakni; 1] Polit Biro (vanguard) merupakan pimpinan tertinggi dan pemutus, 2] partai atau parlemen, 3] negara terakhir masyarakat. Secara resmi, negara komunis mengaku kemajemukan masyarakat, sebagai realisasinya ada wadah yakni partai. Akan tetapi masyarakat komunis, Marxisme, Leninisme mengajarkan bahwa sosialisme dibentuk dan dipertahankan melalui “Kediktaturan Proletariat.”[29] Kediktaturan Proletariat dilakukan melalui partai hanya mungkin melalui kediktaturan Polit Biro. Inilah doktrin Sentralisme Demokrasi.

8. Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Komunisme
Komunisme adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian. Setiap orang tidak diperbolehkan memiliki kekayaan pribadi, sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Semua unit bisnis mulai dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan pemerataan ekonomi dan kebersamaan. Namun tujuan sistem komunis tersebut belum pernah sampai ke tahap yang maju, sehingga banyak negara yang meninggalkan sistem komunisme tersebut.
Lenin dalam melihat kemakmuran ekonomi yang menjadi syarat utama untuk mencapai cita-cita komunis. Ia bersandar kepada tiga prinsip untuk mencapai tujuan tersebut: Pertama, industrialisasi secara pesat, teruatama sekali dengan mengandalkan pembangunan indutri; Kedua, perencanaan menyeluruh degan mengkoordinasikan kehidupan anggota masyarakat secara seksama oleh suatu organisasi tehnik birokratis (kita harus meniru kapitalis); Ketiga, perlembagaan persaingan sebagai cara untuk model dan rangsangan bagi usaha individu dan kolektif, melalui pemberian rangsangan bagi kepentingan pribadi dalam bentuk gaji serta imbalan yang tidak sama, dan insentif material dan jabatan untuk mereka yang ahli secara tehnis dan cakap secara administratif.[30]
Pada hakikatnya dalam penerapannya, ideologi komunisme dalam satu negara dengan masyarakatnya tercipta bentuk pemerintahan serta sistem politiknya yang diktatur dan otoriter penguasa dan partai terhadap rakyatnya. Dalam bidang ekonomi, telah menciptakan kelas baru antara pemegang kekuasaan dengan rakyat, yakni ditindasnya hak rakyat dalam berkreativitas dibidang ekonomi serta pemilikan. Dibidang sosial budaya telah menciptakan manusia yang tidak lagi memiliki harkat kemanusiaan yang asasi dan universal.

9. Prinsip-prinsip Komunisme
Pertama, yang dimasud dengan ideologi komunisme ialah sistem politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan berdasarkan ajaran Marxisme-Leninisme. Kedua, ideologi komunis yang berasal dari pemikiran Marx memberikan ekspresi harapan. Filsafat Marx yang komunis telah menyadarkan janji penyelamatan sosial.[31] Ketiga, orang komunis percaya bahwa historical materialis, sebab mereka memandang soal-soal spiritual hanya sebagai efek sampingan hakikat dari keadaan perkembangan materi termasuk ekonomi. Agama muncul menurut Marx disebabkan adanya perbedaan kelas sosial. Agama menjadi produk perbedaan kelas. Agama merupakan perangkap yang dipasang kelas penguasa untuk menjerat kelas proletariat yang tertindas. Apabila perbedaan kelas itu hilang, maka agama dengan sendirinya akan lenyap sebab pada saat itu perangkap (agama) tidak dibutuhkan lagi.[32] Komunisme juga tidak menerima pikiran orang lain (distrust of others reasons), penyanggahan terhadap persamaan manusia (denial of human equality), dan interpretasi secara ekonomi sistem terhadap sejarah (economic interpretation of history). Oleh karena itu mereka tak segan-segan melakukan penipuan, pengkhianatan dan pembunuhan untuk melenyapkan lawan-lawannya, meskipun dari anggota partainya sendiri.[33] Keempat, karena cara mencapai tujuan, sangat menghalalkan segala cara, sangat menghalalkan kekerasan radikal, revolusioner dan perjuangan kelas, dengan sendirinya etika tingkah laku didasarkan atas kekerasan (code of behavior of violence) serta tidak mengakui pernyataan hak asasi manusia (denial of declaration of human right). Kelima, cita-cita perjuangannya adalah membangun masyarakat tanpa negara, tanpa kelas dengan konsep sama rata-sama rasa, ideologi komunis itu bersifat international dibidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Keenam, pengendalian segala kebijakan berada ditangan segelintir orang yang diebut Polit Biro, dengan sendirinya kebijakan ekonomi juga dilakukan secara tersentral (central economic s ystem) dengan manajemen yang juga secara diktator (dictatoral management) dan pemerintahan yang dikendalikan oleh sejumlah orang yang sedikit (government by the few).[34]




[1] Marx menerbitkan jilid pertama dari Das Kapital pada 1867, tetapi ia meninggal dunia sebelum sempat menyelesaikan jilid kedua dan ketiganya yang sudah dibuat naskahnya. Buku-buku ini kemudian disunting oleh teman dan rekan kerjanya Friedrich Engels dan diterbitkan 1885 dan 1894; jilid keempat, yang berjudul, yang disebut Theories of Surplus-Value, pertama-tama disunting dan diterbitkan oleh Karl Kautsky pada 1905-1910. Naskah-naskah persiapan lainnya diterbitkan baru beberapa dasawarsa kemudian.
[2] Dari segi moral Marx melihat bahwa sistem kapitalis mewarisi ketidakadilan dari dalam. Ketidakadilan ini akhirnya akan membawa masyarakat kapitalis ke arah kondisi ekonomi dan sosial yang tidak bisa dipertahankan. Walau ada pengakuan bahwa sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar ini lebih efisien, akan tetapi sistem ini tetap dikecam sebab sistem liberal tersebut tidak perduli tentang masalah kepincangan dan kesenjangan sosial. Dengan menerapkan sistem “upah besi” kaum buruh dalam sistem perekonomian liberal tidak akan pernah mampu mengangkat derajatnya lebih tinggi karena—sebagaimana diucapkan Marx—“pasar  bebas memang telah mentakdirkannya demikian”. Untuk mengangkat harkat para buruh yang sangat menderita dalam sistem liberal tersebut Marx mengajak kaum buruh untuk bersatu, dan sistem perekonomian liberal-kapitalis harus digantikan dengan sistem lain yang lebih memperhatikan masalah pemerataan bagi semua untuk semua, yaitu sistem perekonomian sosialis-komunis. Dari segi sosiologi, Marx melihat adanya sumber konflik antar kelas. Dalam sistem liberal-kapitalis yang diamati Marx ada sekelompok orang (yaitu para pemilik modal) yang menguasai kapital, dan ada sekelompok orang lainnya (yaitu kaum buruh) sebagai kelas proletar yang seperti sudah ditakdirkan untuk selalu menduduki posisi kelas bawah. Jika tidak dilakukan sesuatu, demikian argumentasi Marx, jumlah kaum nestapa ini akan semakin besar. Sebagai langkah antisipasi, Marx menganjurkan agar sistem liberal yang menyebabkan kaum buruh menderita tersebut harus diperbaiki, atau lebih tepat lagi, diganti dengan sistem sosialis yang lebih “berpihak” pada golongan kaum buruh. Dari segi ekonomi, Marx melihat bahwa akumulasi kapital di tangan kaum kapitasil memungkinkan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akan tetapi pembangunan dalam sistem kapitalis sangat bias terhadap pemilik modal. Untuk bisa membangun secara nyata bagi seluruh lapisan masyarakat, perlu dilakukan perombakan struktur melalui revolusi sosial. Jika langkah ini berhasil, maka langkah berikutnya yang harus diambil ialah penataan kembali hubungan produksi (khususnya dalam sistem pemilikan tanah, alat-alat produksi dan modal). Menurut Marx, hanya atas dasar hubungan yang lebih manusiawi ini pembangunan dapat berjalan lancar tanpa hambatan dan dapat diterima oleh seluruh lapisan rakyat. Atas pandangan yang sangat skeptis di atas, tidak heran jika Marx meramal bahwa suatu masa sistem kapitalis akan hancur.
[3] Sebagaimana yang tertulis oleh Marx dalam Das Capital (yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Samuel Moore dan Edward Aveling menjadi: Capital: A Critique of Political Economy (1984): The Rate of surplus-value is therefore an expression for the degree of exploitation of labour-power by capital, or of the labourer by capitalist. Menurut Marx, sebagian dari nilai surplus itu merupakan hak para pekerja, tetapi semuanya dikangkangi oleh para pemilik modal. Mereka (para pemilik modal tersebut) telah memakan yang bukan hak mereka. Sebagian dari nilai lebih tersebut kembali ditanamkan untuk investasi, apakah perluasan usaha yang ada atau membuka lapangan usaha baru. Dari hasil investasi ini para pemilik modal akan menerima hail yang lebih besar. Kekayaan mereka terus menumpuk, sehingga makin lama semakin besar. Akumulasi kapital akan semakin berhasil jika para kapitalis bisa menindas kaum buruh sekeras-kerasnya, yaitu dengan memberikan tingkat upah yang sangat rendah.
[4] Bagi Marx, dialektika sejarah merupakan suatu keniscayaan: sesuatu yang pasti bakal terjadi. Yang jelas, jika kaum proletar sudah tidak tahan lagi, mereka akan melancarkan revolusi. Para pekerja akan menghancurkan pabrik-pabrik dan merusak segala milik kaum kapitalis. Tetapi jika ini terjadi, semua pihak akan rugi; baik kaum kapitalis maupun mereka sendiri. Sebab, jika pabrik-pabrik hancur, berarti mereka akan tergusur dari lapangan kerja. Untuk menghindari tindakan-tindakan yang merugikan semua pihak, di sinilah peran kaum komunis diharapkan. Menurut Marx, kaum komunis yang memperjuangkan nasib kaum proletar harus menuntun revolusi yang dilancarkan kaum proletar ke arah yang benar, dan revolusi harus dilancarkan sebaik-baiknya.
Agar revolusi berjalan sukses, Marx menganjurkan agar kaum komunis mendukung setiap gerakan melawan tatanan sosial politik sistem kapitalis. Kaum proletar yang sudah sangat menderita dan tidak memiliki apa-apa di bawah sistem kapitalis tidak akan kehilangan apa-apa dalam memperjuangkan revolusi. Bagi Marx, untuk memperjuangkan nasib mereka sendiri kaum buruh di seluruh negeri harus bersatu memperjuangkan sebuah sistem baru yang lebih berpihak kepada kaum buruh, yaitu sistem sosialis atau komunis.
[5] Lih. Eric Hiariej, Teori Negara Marxis, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas ISIPOL UGM, Volume 7, Nomor 2, November 2003 (261-282) h. 268-272.
[6] Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negara Barat (Bandung: Mizan, 1999) hlm. 188.
[7] William Ebenstein & Edwin Fogelman, Isme-isme Dewasa ini, Edisi 9 (Jakarta: Erlangga, 1990) hlm. 220.
[8] Mas’ud An Nadwi, Islam dan Sosialisme (Bandung: Risalah, 1983) hlm. 32-36.
[9] Clement Attle, Perdana Menteri Inggris tahun 1945-1951, juga seorang Pemimpin Partai Buruh 1935-1955, menulis dalam buku The Labour Party in Perspective (1937) bahwa kekuatan partainya bukan bergantung pada kepemimpinan, melainkan kualitas rakyat jelata.
[10] William Ebenstein & Edwin Fogelman, op. cit., hlm. 210.
[11] Ibid., 217-218.
[12] Lyman Tower Sargen, Ideologi-ideologi Politik Kontemporer; Sebuah Analisis Komparatif (Jakarta: Erlangga, 1987) hlm. 149.
[13] Mas’ud An Nadwi, op. cit., hlm. 32-36.
[14] Adanya gerakan Sosialis Kristiani yang dipimpin oleh dua orang biarawan, yaitu Fredrick Maurice dan Charles Kingsley mencapai puncak kejayaannya dalam pertengahan abad kesembilan belas serta menjadi sumber penting untuk perkembangan organisasi kelas buruh serta sosialis kemudian. Prinsip yang menjadi pedoman bagi kalangan Sosialis Kristen adalah konsep yang menandaskan bahwa sosialisme harus dikristenkan dan Kristianitas harus disosialisasikan. Lihat dalam William Ebenstein & Edwin Fogelman, op. cit., hlm. 219-220.
[15] Firdaus Syam, op. cit., hlm. 50.
[16] William Ebenstein & Edwin Fogelman, op. cit., hlm. 222-223.
[17] Ibid.
[18] Firdaus Syam, op. cit., hlm. 50.
[19] Dalam pemilihan umum pasca perang yang diadakan pada tanggal 5 Juli 1945, partai buruh meraih 394 dari 640 kursi, dengan demikian untuk pertama kalinya dalam sejarah Inggris pemerintahan Partai Buruh dibentuk dengan mayoritas yang mantap di Majelis Rendah. Antara tahun 1900 sampai 1918, partai buruh secara resmi tidak terikat dengan sosialisme, meskipun mereka menghimpun banyak individu yang berhalauan sosialis. Pada tahun 1918, ketika partai itu mengambil sosialisme sebagai programnya, komitmennya kepada nasioalisasi industri hampir penuh. Partai buruh berubah secara drastis pandangannya dan mendorong nasionalisasi hanya kalau secara pragmatis telah terbukti bahwa pemilikan oleh negara akan mendatangkan lebih banyak manfaat bagi kemakmuran negara daripada pemilikan secara perorangan. Lihat dalam William Ebenstein & Edwin Fogelman, op. cit., hlm. 223 & 229.
[20] Firdaus Syam, op. cit., hlm. 50.
[21] Abu Ridho, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran (WAMY, 1999) hlm. 198.
[22] Franz Magnis-Suseno, Pemikian Karl Marx; Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme (Jakarta: Gramedia, 2000) hlm. 171.
[23] Titus Smith Nolan, Persoalan-persoalan Filsafat, Judul Asli: Living Issues in Philosophy, Seven Edition, D. Van Nostrand Company, New York, 1979. Penerjemah: Prof. Dr. H.M. Rasjidi (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)  h. 304-306.
[24] Joseph Stalin, Dialectical and Historical Materialism (New York: Inter. Publisher, 1950) h. 8.
[25] Diambil dari Prinsip-prinsip Komunisme, oleh Frederick Engels, Ditulis pada Oktober-November 1847, Dari Selected Works, Jilid1, muka surat 81-97, diterbitkan oleh Penerbit Progress, Moskow; 1969.
[26] Marx-Engels, Selected Works; Peking, Penerbit Foreign Languages, 1977. [Mukadimah] Pada tahun 1847, Engels menulis dua program draf untuk Liga Komunis dalam bentuk soalan bersiri, satu pada bulan Jun dan satu pada bulan Oktober. Yang kedua, yang dikenali sebagai Prinsip-prinsip Komunis, diterbitkan buat kali pertama pada tahun 1914. Dokumen Draf Pengakuan Keimanan Komunis yang lebih awal, hanya dijumpai pada tahun 1968. Ia diterbitkan buat kali pertama pada tahun 1969 di Hamburg, dengan empat dokumen yang lain berkaitan dengan kongres pertama Liga Komunis, dalam risalah bertajuk Grundungs Dokumente des Bundes der Kommunisten (Juni bis September 1847) atau Dokumen Pengasas Liga Komunis. Di Kongress Liga Keadilan pada bulan Jun 1847, yang juga merupakan kongres pengasasan Liga Komunis, mereka mengambil keputusan untuk meluluskan sebuah draf ‘pengakuan keimanan’ untuk diperdebatan oleh Liga itu. Dokumen yang dijumpai itu sudah pasti merupakan draf ini. Bandingan di antara dua dokumen itu menunjukkan bahawa Prinsip-prinsip Komunisme merupakan edisi yang disemak. Dalam Prinsip-Prinsip Komunisme, Engels tidak menjawab tiga soalan, dalam dua kes dengan nota ‘tidak berubah’ (bleibt); ini jelasnya merujuk kepada jawapan yang diberi dalam draf awal. Draf baru untuk program ini diusahakan oleh Engels di bawah arahan badan pemimpin Liga Komunis cawangan Paris. Arahan tersebut disetujui selepas kritikan tajam Engels pada 22hb Oktober, 1847 terhadap program draf yang ditulis oleh ‘sosialis benar’ Moses Hess, yang kemudiannya ditolak. Sambil mempertikaikan Prinsip-Prinsip Komunisme sebagai draf awal, Engels menyatakan pendapat beliau, dalam surat kepada Karl Marx bertarikh 23-24hb November 1847, bahwa ia mungkin baik untuk mengetepikan susunan soalan bersiri dan menulis sebuah program dalam bentuk manifesto. “Timbangkanlah Pengakuan Keimanan sedikit. Saya percaya kita harus mengetepikan sususan soalan bersiri dan memanggilkannya: Manifesto Komunis. Kerana sedikit sebanyak sejarah harus dikaitkan dengannya, cara susunannya sekarang tidak berapa sesuai. Saya akan membawa apa yang saya sudah selesaikan dengan saya; ia dalam susunan penceritaan, tetapi tidak ditulis dengan baik, kerana saya menulisnya dengan cepat…” Pada kongres kedua Liga Komunis (9hb November – 8 Disember 1847), Marx dan Engels mempertahankan prinsip-prinsip saintifik komunisme dan diberi tugas menulis program dalam bentuk manifesto untuk Parti Komunis. Dalam menulis manifesto tersebut, pengasas Marxsisme menggunakan kalimah-kalimah yang ditulis dalam Prinsip-prinsip Komunisme. Engels menggunakan ungkapan Manufaktur dan usulan seperti itu, yang telah diterjemahkan sebagai ‘pengeluaran,’ ‘bidang pengeluaran’ dan sebagainya. Engels menggunakan perkataan ini secara benar, untuk menandakan pengeluaran dengan tangan, bukannya pengeluaran kilang, yang Engels memberi nama ‘industri besar.’ Manufaktur berbeda daripada kraftangan (pengeluaran tukang di pekan-pekan Zaman Pertengahan), di mana kraftangan diusahakan oleh artisan bebas. Manufaktur diusahakan oleh pekerja yang bekerja untuk pedagang kapitalis, atau oleh kumpulan tukang kraf yang bekerja di bengkel-bengkel besar yang dimiliki oleh kapitalis. Oleh kerana itu, ia merupakan keadaan peralihan di antara kesatuan tukang (kraftangan) dan cara pengeluaran moden (kapitalis). Dalam karya mereka yang ditulis pada waktu-waktu lain, Marx dan Engels menggantikan ungkapan ‘penjualan tenaga pekerja,’ ‘nilai tenaga pekerja’ dan ‘harga tenaga pekerja’ yang digunakan di sini dengan ungkapan ‘penjualan kuasa tenaga pekerja,’ ‘nilai kuasa tenaga pekerja’ dan ‘harga kuasa tenaga pekerja’ (yang diperkenalkan oleh Marx) yang lebih tepat.

Komentar

  1. Saya adalah Ibu Nur Amalina, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka adalah banyak scammers dan pemberi pinjaman pinjaman palsu di internet. Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana Tuhan menolong saya dengan mengarahkan saya kepada pemberi pinjaman asli, setelah itu saya telah scammed oleh beberapa pemberi pinjaman di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang kemudian menyebut saya sebagai pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Mrs. Charity meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 750 juta rupiah Indonesia (Rp750.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan dan hanya dengan suku bunga 2% saja.

    Saya sangat terkejut saat memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya ajarkan dikirim langsung ke akun saya tanpa penundaan. Karena saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, silakan hubungi dia melalui email: (charitywhitefinancialfirm@gmail.com) dan dengan rahmat Tuhan dia tidak akan mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda memenuhi persyaratannya.

    Anda juga bisa menghubungi saya di email saya: (nuramalinasofiyani05@gmail.com) Akan melakukan yang terbaik untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya yang saya kirim langsung ke rekening bulanan. Itulah alasan Tuhan Yang Mahakuasa akan selalu memberkatinya.

    BalasHapus
  2. kira-kira situasi masyarakat yang menjadi titik tolak pembicaraannya tentang ketidakadilan itu bagaimana? Apakah hanya berkaitan dengan masalah kerja? jika demikian gambarannya kenyataannya seperti apa?
    Mohon penjelasannya ya....dan kalau ada referensi bisa diberitaukan ya....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN AKSI MASSA

POSTMODERNISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN